Sabtu, 27 Juli 2013

Setiap kali saya mendengar kata "belajar", yang ada dalam pikiran saya adalah belajar pelajaran sekolah. "Belajar" dilakukan di rumah sepulang sekolah. Dulu, biasanya saya belajar malam hari sepulang dari mengaji. Sebelum belajar dimulai, saya selalu menyiapkan buku pelajaran untuk esok hari di sekolah. Saya periksa buku satu-satu sebelum dimasukkan ke dalam tas, khawatir ada PR yang belum dikerjakan. Jika ada PR, langsung saya kerjakan dan jika tidak maka saya belajar.


Saya paling suka belajar pelajaran Bahasa Indonesia. Bukan belajar tentang membuat kalimat yang baik dan benar. Bukan belajar tentang mencari makna pada setiap imbuhan yang terdapat pada setiap kata. bukan belajar tentang menentukan Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan pada setiap kalimat. Juga bukan belajar tentang menentukan kalimat utama dan gagasan utama pada setiap paragraf. Buka !!!! Belajar Bahasa Indonesia versi saya adalah membaca cerita yang terdapat di dalam buku paket Bahasa Indonesia yang saya pinjam dari sekolah. Saya paling suka belajar ( baca; membaca ) dongeng dan fabel. Sebelum kantuk tiba, saya bisa menyelesaikan tiga judul cerita.

Setiap kali saya selesai membaca cerita, saya selalu merasa baru pulang dari jalan-jalan ke suatu tempat, bertemu dengan tokoh-tokoh, dan merasa ikut mengalami apa yang terjadi dalam cerita yang saya baca. Selain itu, saya merasa cerita itu telah mengajari saya tentang suatu hal yang sangat berharga. Selain itu, saya merasa amat sangat terhibur. Cerita Malin Kundang telah mengajari saya untuk tidak durhaka kepada ibu. Cerita Timun Mas berhasil mengajak saya berimajinasi. Cerita Ande-Ande Lumut mengajari saya untuk berlaku jujur. Dan masih banyak lagi.

Kadang, saya suka meminjam buku paket Bahasa Indonesia ke kakak kelas karena cerita yang ada di dalam buku saya telah habis saya baca semua. Bahkan, tidak jarang saya suka meminjam buku bahasa Indonesia kelas SMP punya kakak saya. Karena, hanya pelajaran Bahasa Indonesialah yang ada ceritanya.

Balik lagi ke "belajar". Hampir setiap hari bu guru selalu bertanya "Siapa yang tadi malam belajar ?" kepada kami. Maka, dengan percaya diri saya mengacungkan tangan dan menjawab "membaca cerita, Bu...". Saya cuek walaupun temen-teman menertawakan. Atau kalau tidak, saya belajar menggambar dan mengarang. Itu adalah dua hal yang paling saya sukai selain membaca cerita. Jika buku gambar sudah penuh, tidak sungkan-sungkan saya menggambar di buku tulis. Dampaknya, saya boros buku tulis dan pewarna.

Dan....belajar itu di rumah, bukan di sekolah. Kalo di sekolah, itu namanya sekolah bukan belajar. Belajar itu, harus membaca buku pelajaran. Begitulah dulu pemikiran saya tentang konsep belajar.

Ya, itu belajar versi saya waktu SD dulu. Masa SMP dan SMA, belajar saya benar-benar membaca materi pelajaran yang kebanyakan tanpa gambar sama sekali. Saya juga sudah jarang menulis cerita apalagi menggambar. Sekarang, saat ini, sepertinya saya harus belajar menggambar. Tidak seperti dulu yang selalu senang setiap kali disuruh mengganmbar oleh bapak dan ibu guru. Ide untuk menggambar juga selalu ada. tidak seperti sekarang. Kaku.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, betambahnya tinggi dan berat badan, serta bertumbuhnya jenggot dan kumis, secara perlahan-lahan..ternyata belajar itu tidak selalu dan harus membaca buku pelajaran sekolah. Banyak hal yang harus saya pelajari.

Saya harus belajar menata emosi dan menguasai diri, belajar mengharagai dan menghormati orang lain, belajar menjaga perasaan orang lain, belajar bersyukur, belajar berempati, belajar memasak nasi, belajar menyembelih ayam, dan masih banyak lagi. Media belajar pun tidak hanya buku. Apalagi jaman sekarang, banyak sekali media untuk belajar sehingga semakin banyak pula hal yang harus dipelajari. Contoh, satau aja ya....saya harus belajar design grafis.

Apapun yang telah saya pelajari, saya mempunyai "harapan". Jelas ! Karena, yang namanya belajar itu, dari yang tadinya tidak bisa, dengan belajar, menjadi bisa. Dari yang tadinya tidak tahu, dengan belajar, menjadi tahu. Dari yang tadinya pintar, dengan belajar, menjadi mahir.

Contoh, dengan belajar memasak nasi lewat ikut memasak di dapur bareng ibu, saya selalu punya harapan, kelak saya benar-benar bisa memasak nasi.

Ternyata, Allah SWT juga telah mengajari saya (kita) untuk berharap.

Beribadah kepada-NYA semata karena-NYA, bukan karena hal lain...adalah benar adanya. Benar sekali ! Haqqul Ziddan !

Jika kita ingin sehat, berharap sehat, Allah SWT telah menganjurkan kita untuk berpuasa. Maka, kita harus belajar berpuasa. Dengan kata lain, dengan berpuasa, kita boleh berharap untuk sehat.
Jika kita ingin rejeki lancar, Allah SWT telah menganjurkan kita untuk bersedekah. Maka, kita harus belajar bersedekah. Dengan kata lain, kita boleh berharap rejeki lancar lewat bersedekah.

Belajar Berharap.
Categories:

0 comments:

Posting Komentar