Jumat, 11 Oktober 2013

sumber gambar : http://4.bp.blogspot.com

Sejarah Terbentuknya Tanggal Lahir Saya

Sebenarnya, baik saya, kakak-kakak saya, atau bahkan Ibu dan Bapak saya, tidak tahu tepatnya tanggal berapa saya dilahirkan. Orang jaman dulu (khususnya Ibu dan Bapak saya), tidak begitu perhatian terhadap tanggal lahir. Hanya orang-orang tertentu saja yang perhatian terhadap tanggal lahir, seperti pegawai kelurahan, para guru, dan para karyawan perusahaan. Sementara para petani, khususnya orangtua saya, tidak. Jika orangtua saya ditanya kapan tanggal lahir mereka, dari dulu sampai sekarang mereka selalu menjawab “tidak tahu. Kalaupun yang tertera pada KTP yang mereka miliki, itu merupakan hasil ''tembakan''. (Nembak; baca; menduga-duga, mengira-ira)



Perayaan Ulang Tahun


Saya masih ingat betul ketika saya diantar Bapak untuk daftar masuk SD. Ketika Bapak ditanya oleh Pak Guru kapan saya dilahirkan, Bapak menjawab " Saya tidak tahu, Pak Guru. Saya lupa, kapan anak saya dilahirkan..." 

Bapak-bapak dan ibu-ibu lainnya juga begitu. Banyak di antara mereka yang juga tidak tahu kapan tepatnya anak-anak mereka dilahirkan. Biasanya, mereka, pun juga orangtua saya, hanya mengingat-ingat kelahiran anak-anaknya berbarengan dengan kejadian hebat, penting, dan bermakna yang sedang berlangsung pada masa itu. Misalnya, pernikahan seseorang, musim panen raya, bulan puasa, atau bahkan kematian seseorang.

"Anak saya dilahirkan tepat satu hari sebelum kakak sepupunya menikah. Tapi saya juga lupa kapan kakak sepupunya menikah..." atau ada juga,"Si Maman dilahirkan ketika musim panen raya tiba. Waktu itu terjadi hujan es yang sangat hebat dibarengi angin yang kencang. Tanggal tepatnya, saya tidak tahu...", atau juga ''Saya melahirkan anak saya ketika terjadi gerhana bulan di bulan puasa....'' Dan masih banyak lagi.

Satu ruangan itu penuh sesak oleh para orang tua yang mendaftarkan anak-anaknya sekolah.

"Sudah Pak Aceng, ditembak saja. Saya juga nembak. Orang saya juga gak hapal kapan si Asep dilahirkan !" kata seorang Ibu yang sedang duduk di belakang sambil merapikan baju anaknya. Memang tidak hanya saya saja yang ''ditembak'' tanggal lahirnya oleh orangtua, calon teman-teman sekelasku juga banyak yang ditembak.

Oh ya, Aceng adalah nama kakak pertama saya. Jadi, ibu dan bapak saya disapa ''Pak Aceng'' dan ''Bu Aceng''

Pak Guru pun akhirnya memaklumi. Akhirnya, Bapak memilih tanggal 12 Oktober 1990 sebagai tanggal lahir saya. Sampai sekarang, hingga Bapak sudah dipanggil Tuhan ketika saya duduk di kelas 5 SD, saya masih belum tahu apa alasan Bapak memilih tanggal itu sebagai tanggal lahir saya.

Beberapa bulan setelah pendaftaran sekolah, saya bertanya ke Ibu perihal hari apa saya dilahirkan. Ibu bilang bahwa saya dilahirkan pada hari minggu pagi, menjelang waktu shubuh. Tetapi, setelah saya telusuri menggunakan handphone pada masa dewasa ini, ternyata tanggal 12 Oktober 1990 itu adalah hari Jumat, bukan hari minggu. Itu membuktikan bahwa Bapak telah menembak tanggal lahir saya.

Saya sangat cinta kepada Ibu dan Bapak. Saya tidak peduli kapan saya dilahirkan. Bapak dan Ibu, di dalam hidupnya, tidak pernah pusing memikirkan kapan tepatnya mereka dilahirkan, kapan tanggal lahir mereka. Saya pun begitu. Yang terpenting adalah bukan tanggal lahirnya, tetapi pencapaian-pencapaian yang diraih setelah dilahirkan selama hidup.
Di tahun terakhir SD, tanggal lahir saya berubah lagi.
“Coba simak ini baik-baik. Mohon dicatat tanggal lahir kalian. Ini penting. Ini untuk ijazah. Ini akan berlaku selamanya…”
Pak Guru pun membacakan nama seluruh siswa berikut tanggal lahirnya. Akhirnya, tanggal lahir saya pun berubah. Lebih tepatnya, tahunnya. Dari 1990 menjadi 1989. Alasannya, saya masuk SD ketika usia 6 tahun, seharusnya 7 tahun. Saya masuk SD tahun 1996. Akhirnya, tahun kelahiran saya akhirnya ditembak lagi oleh Pak Guru. Sepulang sekolah, saya melaporkan kejadian ini ke Kak Husen. Katanya, “Gak Cang. Kamu itu lahirnya tahun 90, buka 89. Kakak masih ingat itu. Tapi, kakak juga lupa tanggal pastinya. ”

Jadi, yang berlaku hingga sekarang dan selamanya untuk tanggal lahir saya adalah 12 Oktober 1989.


Dari dulu hingga sekarang, keluarga saya tidak mengenal tradisi merayakan ulang tahun. Saya dan keempat kakak saya tidak pernah dirayakan ulang tahunnya oleh orangtua saya. Bahkan tidak pernah ada ucapan ''Selamat ulang tahun, adikku sayang..'', atau ''Selamat ulang tahun kakakku sayang..'', atau lagi ''Selamat ulang tahun Ibu tercinta, Bapak tercinta...''. Kata-kata semacam itu, tidak ada. Kalo ada, malah terdengar aneh.

Tapi beda dengan sekarang. Akhir-akhir ini tradisi merayakan ulang tahun mulai hidup dilingkungan keluarga saya. Terutama Kakak saya yang nomor empat, Kak Husen, selalu merayakan ulang tahun anaknya. Dia membeli kue ulang tahun untuk anaknya, membelikan hadiah, juga mengundang teman-teman anaknya untuk ikut memeriahkan acara ulang tahun anaknya. Bahkan terkadang kakak saya membeli kembang api untuk memeriahkan acara itu. Sehingga, sekarang ini seperti ada sesuatu yang kurang bagi kakak saya jika dia tidak merayakan ulang tahun anaknya.

Bagi saya sendiri, paling-paling yang paling sering mengucapkan ''selamat ulang tahun'' ke saya adalah teman-teman sekolah, teman-teman di kampus, dan teman-teman di Facebook. Ternyata, ucapan itu seperti obat yang mampu membuat saya lebih semangat lagi untuk terus berjalan.

Orang-orang di sekitar saya, merayakan ulang tahun dengan cara yang berbeda-beda setiap tahunnya. Beda konsep, beda tempat, dan selalu berusaha untuk mengemas perayaan itu lebih asyik, indah, dan menyenangkan dari perayaan-perayaan sebelumnya.

Waktu itu, tidak ada upacara atau pesta perayaan ulang tahun. Sejak saya kecil hingga sekarang, yang selalu ada setiap tahunnya adalah perayaan ulang tahunnya Nabi Muhammad SAW dalam bentuk tabligh akbar atau pengajian biasa. Dan itu dirayakan oleh orang sekampung. Meriah sekali.

Saya sendiri, jangankan merayakan, malah terkadang saya lupa akan ulang tahun sendiri. Pernah suatu malam, ketika saya hendak tidur, menarik selimut untuk menutupi badan, tiba-tiba handphone saya berdering. “Kak Acang, HBD ya…..smg semuanya lebih baik dari sebelumnya, dn tercapai semua mimpi-mimpinya..” kurang lebih begitu bunyi SMS dari seorang teman. SMS itu benar-benar menyadarkan saya, bahwa besok adalah hari ulang tahun saya. SMS itu menguapkan rasa kantuk saya. Saya menatap langit-langit dalam waktu yang sangat lama. Seolah, atap langit-langit itu bak layar lebar di bisokop yang memutarkan sebuah film. Di dalam film itu saya menjadi tokoh utama. Alur ceritanya mundur. Dari saat saya yang sedang tidur di sebuah ranjang tempat tidur terbang jauh ke masa lalu.

Napak Tilas (Flashback)

Masa Pra-Sekolah. Saya tidak sekolah PAUD, Play Group, atau TK. Saya langsung masuk SD. Tahun 90-an, di rumah saya, di desa saya, tidak ada pendidikan untuk jenjang pra-sekolah. Waktu itu, hanya ada di kota. Gedung sekolah untuk pendidikan usia dini baru ada mulai tahun 2003-an, kalau tidak salah. Sekarang pun, bisa dihitung dengan jari tangan jumlah sekolah TK yang ada di kampong saya. Di usia sebelum masuk SD saya masih suka ngompol dan berhenti menyusu ke Ibu ketika hendak masuk SD. Masa itu saya belum tahu apa itu ulang tahun.

Masa SD. Ketika kelas 3 SD, saya mulai suka menulis di hari ulang tahun. Yang saya tulis adalah harapan yang ingin saya raih di masa selanjutnya. Misalnya, saya ingin menjadi juara satu, karena saya tidak pernah menjadi juara satu pada masa SD. Atau, saya berharap Ibu membelikan sepatu baru, punya tas baru, dan sebagainya. Tapi, itu hanya dituliskan di buku tulis, buku pelajaran dan tidak pernah saya utarakan ke Ibu secara langsung. Buat apa? Pikir saya begitu, waktu itu. Saya menulis semacam itu karena terpengruh oleh teman. Suatu hari secara tidak sengaja saya membaca tulisan teman tentang ulang tahunnya di buku tulis yang saya pinjam.

Kelas 4-6 saya dan teman-teman sekolah punya “ritual” khusus setiao kali ada yang ulang tahun. Satu hari sebelumnya atau pada hari ulang tahun seorang teman, sepulang sekolah, kami ramai-ramai menyiram teman yang ulang tahun pake air blao cuci campur telur dan tepung. Yang paling seru adalah prosesi kejar-kejaran dengan si tersangka yang terkadang sudah mencium rencana busuk temen-temen sekelas.

Tidak jarang pada akhirnya kami diminta untuk ngepel seluruh ruang kelas karena bau amis telur, kursi dan meja menjadi berantakan. Sayangnya, tida ada satupun di antara kami yang memberi hadiah yang benar-benar hadiah.

Entah bagaimana sejarahnya, sepertinya itu adalah tradisi yang terjadi secara turun temurun antar angkatan sekolah.

Masa SMP. Hampir sama dengan masa SD. Kami selalu menyiksa teman-teman di har ulang tahunnya sepulang sekolah. Penyiksaan di masa SMP lebih parah lagi. Diiket, dompet disembunyikan, pura-pura benci. Jadi selama sekolah, kami semua sepakat untuk tidak mengajak si tersangka bicara. Terakhir, penyiraman pake telur campur tepung dan blao cuci di tengah lapangan. Tidak hanya itu, ban sepeda motornya dikempesi.

Tidak ada yang memperlakukan dengan baik kepada orang yang ulang tahun. Seolah, hari ulang tahun adalah hari yang menyakitkan, buka yang membahagiakan. Hehehehe

Senang rasanya ulang tahun. Merasa diri tambah dewasa, dan tidak dianggap anak kecil lagi. Rasanya, ingin cepat dewasa.

Pencapaian yang paling berkesan semasa SMP adalah selalu masuk peringkat 3 besar. Bahkan sering menjadi peringkat 1.

Masa SMA. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin parah proses penyiksaan kepada orang yang ulang tahun.

Di sekolah SMA saya ada kolam ikan (empang, lebih tepatnya). Jadi, setelah sekolah usai, kami ramai-ramai menggotong si tersangka ke pinggir empang untuk kemudian diceburkan ke empang. Setelah itu, semua lari berhamburan, meninggalkan si tersangka berlumuran lumpur dan air yang hijau.

Bahkan, saya dan teman-teman pernah menyiran salah seorang guru di hari ulang tahunnya. Kami melakukan itu karena kami merasa dekat dengan guru tersebut. Bagusnya, kami menyesali perbuatan itu akhirnya. Kami tidak ingin adik-adik kelas menirunya.

Saya sendiri, sudah mulai ada yang memberi hadiah di hari ulang tahun saya. Senang sekali rasanya.

Pengalaman yang paling berkesan semasa SMA adalah pacaran.

Masa Kuliah (sekarang)

Ternyata tradisi menyiksa orang lain di hari ulang tahunnya juga terjadi di dunia perkuliahan. Itu tidak kalah sadisnya dengan masa-masa SMA. Diikat dikursi, disiram pake air yang kotor, di pajang di depan orang banyak. Bahkan terkadang, ditelanjangi (hanya memakai celana pendek saja).

Saat ini, semakin bertambah usia, rasanya semakin khawatir saja. Melihat kebelakang, begitu tidak banyaknya pencapain-pencapaian yang telah saya raih.

Namun yang jelas, harapan dan keinginan akan meraih sesuatu di masa mendatang itu selalu ada.

Salah satu mimpi terbesar saya yang belum trwujud adalah MELANJUTKAN KULIAH DI OXFORD UNIVERSITY, LONDON, INGGRIS.

Makna Ulang Tahun

Ulang tahun selalu menawarkankan harapan baru dan semangat baru. Seolah membuat saya selalu awet muda karena merasa seperti terlahir kembali.

Sesuai namanya, “selamat ulang tahun”, mengulang tahun. Artinya, kita mengulang sesuatu yang baru lagi untuk meraih sesuatu yang belum tercapai di tahun sebelumnya, dan mengulang hal besar yang pernah terjadi di masa lalu agar terulang lagi di masa mendatang dengan capaian dan raihan yang lebih hebat lagi. Kejaidian hebat terulang lagi di tahun selanjutnya, yang lebih dahsyat lagi. Yang kesemuanya itu dilakukan dengan selamat.

Bertambahnya usia itu artinya semakin berkurangnya masa hidup kita di dunia. Itu artinya kedekatan kepada Tuhan harus semakin erat pula. Idealnya, bertambahnya usia diiringi dengan semakin bertambahbanyaknya pencapaian-pencapaian yang semakin dahsyat pula.

Harapan Di Tahun Selanjutnya

Saya berharap bisa lulus kuliah di bulan Maret 2014 dan mampu melanjutkan kuliah di OXFORD UNIVERSITY, LONDON, INGGRIS.

Ucapan Selamat Ulang Tahun : Untuk Zhei

12 Oktober juga merupaakan hari ulang tahunnya anak dari sahabat tercinta saya, Eny. Nama anaknya adalah Zheifara, dipanggil Zhei. Selamat ulang tahun Zhei Sayang. Walaupun hingga saat ini Om belum pernah melihat kamu seperti apa, tapi Om yakin bahwa kamu pasti secantik dan sehebat Ibumu, Ibumu, Ibumu, juga Ayahmu. Kalo tidak salah, sekarang Zhei uang tahun yang ke-4 ya ? (Maaf, Zhei, Om orangnya pelupa J )

Harapan Om terhadap Zhei sama dengan harapan Ibu Zhei juga Ayah Zhei terhadap Zhei.

Selamat ulang tahun Zhei sayang…..


0 comments:

Posting Komentar