sumber gambar : http://4.bp.blogspot.com |
Sejarah
Terbentuknya Tanggal Lahir Saya
Sebenarnya, baik saya, kakak-kakak saya, atau
bahkan Ibu
dan Bapak saya,
tidak tahu tepatnya tanggal berapa saya dilahirkan. Orang jaman dulu (khususnya
Ibu dan Bapak saya), tidak begitu perhatian terhadap tanggal lahir. Hanya
orang-orang tertentu saja yang perhatian terhadap tanggal lahir, seperti
pegawai kelurahan, para guru, dan para karyawan perusahaan. Sementara para
petani, khususnya orangtua saya, tidak. Jika
orangtua
saya ditanya kapan tanggal lahir mereka, dari
dulu sampai sekarang mereka selalu menjawab “tidak tahu”. Kalaupun
yang
tertera pada KTP yang mereka miliki, itu merupakan hasil
''tembakan''. (Nembak; baca; menduga-duga,
mengira-ira)
Perayaan Ulang Tahun
Saya masih ingat betul ketika saya diantar Bapak untuk daftar
masuk SD. Ketika Bapak ditanya oleh Pak Guru kapan saya dilahirkan, Bapak menjawab
" Saya tidak tahu, Pak Guru. Saya
lupa,
kapan anak saya dilahirkan..."
Bapak-bapak dan ibu-ibu lainnya juga begitu. Banyak di antara
mereka yang juga tidak tahu kapan tepatnya anak-anak mereka dilahirkan.
Biasanya, mereka, pun juga orangtua saya, hanya mengingat-ingat kelahiran
anak-anaknya berbarengan dengan kejadian hebat, penting, dan bermakna yang
sedang berlangsung pada masa itu. Misalnya, pernikahan seseorang, musim panen
raya, bulan puasa, atau bahkan kematian seseorang.
"Anak saya dilahirkan tepat satu hari sebelum kakak
sepupunya menikah. Tapi saya juga lupa kapan kakak sepupunya menikah..."
atau ada juga,"Si Maman dilahirkan ketika musim panen raya
tiba. Waktu itu terjadi hujan es yang sangat hebat dibarengi angin yang
kencang. Tanggal tepatnya, saya tidak tahu...", atau juga ''Saya
melahirkan anak saya ketika terjadi gerhana bulan di bulan puasa....'' Dan
masih banyak lagi.
Satu ruangan itu penuh sesak oleh para orang tua
yang mendaftarkan anak-anaknya sekolah.
"Sudah Pak Aceng, ditembak saja. Saya juga
nembak. Orang saya juga gak hapal kapan si Asep dilahirkan !" kata seorang
Ibu yang sedang duduk di belakang sambil merapikan baju
anaknya.
Memang tidak hanya saya saja yang ''ditembak'' tanggal lahirnya oleh orangtua,
calon teman-teman sekelasku juga banyak yang ditembak.
Oh ya, Aceng adalah nama kakak pertama saya. Jadi, ibu dan
bapak saya disapa ''Pak Aceng'' dan ''Bu Aceng''
Pak Guru pun akhirnya memaklumi. Akhirnya, Bapak
memilih tanggal 12 Oktober 1990 sebagai tanggal lahir saya. Sampai sekarang,
hingga Bapak sudah dipanggil Tuhan ketika saya duduk di kelas 5 SD, saya masih
belum tahu apa alasan Bapak memilih tanggal itu sebagai tanggal lahir saya.
Beberapa bulan setelah pendaftaran sekolah, saya
bertanya ke Ibu perihal hari apa saya dilahirkan. Ibu bilang bahwa saya
dilahirkan pada hari minggu pagi, menjelang waktu shubuh. Tetapi, setelah saya
telusuri menggunakan handphone pada
masa dewasa ini, ternyata tanggal 12
Oktober 1990 itu adalah hari Jumat, bukan hari minggu. Itu membuktikan bahwa
Bapak telah menembak tanggal lahir saya.
Saya sangat cinta kepada Ibu dan Bapak. Saya tidak
peduli kapan saya dilahirkan. Bapak dan Ibu, di dalam hidupnya, tidak pernah
pusing memikirkan kapan tepatnya mereka dilahirkan, kapan tanggal lahir mereka.
Saya pun begitu. Yang terpenting adalah bukan tanggal lahirnya, tetapi
pencapaian-pencapaian yang diraih setelah dilahirkan selama hidup.
Di tahun terakhir SD, tanggal lahir saya berubah lagi.
“Coba simak ini baik-baik. Mohon dicatat tanggal lahir
kalian. Ini penting. Ini untuk ijazah. Ini akan berlaku selamanya…”
Pak Guru pun membacakan nama seluruh siswa berikut
tanggal lahirnya. Akhirnya, tanggal lahir saya pun berubah. Lebih tepatnya,
tahunnya. Dari 1990 menjadi 1989. Alasannya, saya masuk SD ketika usia 6 tahun,
seharusnya 7 tahun. Saya masuk SD tahun 1996. Akhirnya, tahun kelahiran saya
akhirnya ditembak lagi oleh Pak Guru. Sepulang sekolah, saya melaporkan
kejadian ini ke Kak Husen. Katanya, “Gak Cang. Kamu itu lahirnya tahun 90, buka
89. Kakak masih ingat itu. Tapi, kakak juga lupa tanggal pastinya. ”
Jadi, yang berlaku hingga sekarang dan selamanya untuk
tanggal lahir saya adalah 12 Oktober 1989.
Dari dulu hingga sekarang, keluarga saya tidak mengenal
tradisi merayakan ulang tahun. Saya dan keempat kakak saya tidak pernah dirayakan ulang tahunnya
oleh orangtua saya. Bahkan tidak pernah ada ucapan ''Selamat ulang tahun, adikku
sayang..'', atau ''Selamat ulang tahun kakakku sayang..'', atau lagi ''Selamat
ulang tahun Ibu tercinta, Bapak tercinta...''. Kata-kata semacam itu, tidak
ada. Kalo ada, malah terdengar aneh.
Tapi beda dengan sekarang. Akhir-akhir ini tradisi
merayakan ulang tahun mulai hidup dilingkungan keluarga saya. Terutama Kakak
saya yang nomor empat, Kak Husen, selalu merayakan ulang tahun anaknya. Dia
membeli kue ulang tahun untuk anaknya, membelikan hadiah, juga mengundang
teman-teman anaknya untuk ikut memeriahkan acara ulang tahun anaknya. Bahkan
terkadang kakak saya membeli kembang api untuk memeriahkan acara itu. Sehingga,
sekarang ini seperti ada sesuatu yang kurang bagi kakak saya jika dia tidak
merayakan ulang tahun anaknya.
Bagi saya sendiri, paling-paling yang paling
sering mengucapkan ''selamat ulang tahun'' ke saya adalah teman-teman sekolah,
teman-teman di kampus, dan teman-teman di Facebook. Ternyata,
ucapan itu seperti obat yang mampu membuat saya lebih semangat lagi untuk terus
berjalan.
Orang-orang di sekitar saya, merayakan ulang tahun
dengan cara yang berbeda-beda setiap tahunnya. Beda konsep, beda tempat, dan
selalu berusaha untuk mengemas perayaan itu lebih asyik, indah, dan
menyenangkan dari perayaan-perayaan sebelumnya.
Waktu itu, tidak ada upacara atau pesta perayaan ulang
tahun. Sejak saya kecil hingga sekarang, yang selalu ada setiap tahunnya adalah
perayaan ulang tahunnya Nabi Muhammad SAW dalam bentuk tabligh akbar atau
pengajian biasa. Dan itu dirayakan oleh orang sekampung. Meriah sekali.
Saya sendiri, jangankan merayakan, malah terkadang
saya lupa akan ulang tahun sendiri. Pernah suatu malam, ketika saya hendak
tidur, menarik selimut untuk menutupi badan, tiba-tiba handphone saya berdering. “Kak Acang, HBD ya…..smg semuanya lebih
baik dari sebelumnya, dn tercapai semua mimpi-mimpinya..” kurang lebih begitu
bunyi SMS dari seorang teman. SMS itu benar-benar menyadarkan saya, bahwa besok
adalah hari ulang tahun saya. SMS itu menguapkan rasa kantuk saya. Saya menatap
langit-langit dalam waktu yang sangat lama. Seolah, atap langit-langit itu bak
layar lebar di bisokop yang memutarkan sebuah film. Di dalam film itu saya
menjadi tokoh utama. Alur ceritanya mundur. Dari saat saya yang sedang tidur di
sebuah ranjang tempat tidur terbang jauh ke masa lalu.
Napak
Tilas (Flashback)
Masa
Pra-Sekolah. Saya tidak sekolah PAUD, Play Group, atau TK. Saya
langsung masuk SD. Tahun 90-an, di rumah saya, di desa saya, tidak ada
pendidikan untuk jenjang pra-sekolah. Waktu itu, hanya ada di kota. Gedung
sekolah untuk pendidikan usia dini baru ada mulai tahun 2003-an, kalau tidak
salah. Sekarang pun, bisa dihitung dengan jari tangan jumlah sekolah TK yang
ada di kampong saya. Di usia sebelum masuk SD saya masih suka ngompol dan
berhenti menyusu ke Ibu ketika hendak masuk SD. Masa itu saya belum tahu apa
itu ulang tahun.
Masa
SD. Ketika kelas 3 SD, saya mulai suka menulis di hari
ulang tahun. Yang saya tulis adalah harapan yang ingin saya raih di masa
selanjutnya. Misalnya, saya ingin menjadi juara satu, karena saya tidak pernah
menjadi juara satu pada masa SD. Atau, saya berharap Ibu membelikan sepatu
baru, punya tas baru, dan sebagainya. Tapi, itu hanya dituliskan di buku tulis,
buku pelajaran dan tidak pernah saya utarakan ke Ibu secara langsung. Buat apa?
Pikir saya begitu, waktu itu. Saya menulis semacam itu karena terpengruh oleh
teman. Suatu hari secara tidak sengaja saya membaca tulisan teman tentang ulang
tahunnya di buku tulis yang saya pinjam.
Kelas 4-6 saya dan teman-teman sekolah punya “ritual”
khusus setiao kali ada yang ulang tahun. Satu hari sebelumnya atau pada hari
ulang tahun seorang teman, sepulang sekolah, kami ramai-ramai menyiram teman
yang ulang tahun pake air blao cuci campur telur dan tepung. Yang paling seru
adalah prosesi kejar-kejaran dengan si tersangka yang terkadang sudah mencium
rencana busuk temen-temen sekelas.
Tidak jarang pada akhirnya kami diminta untuk ngepel
seluruh ruang kelas karena bau amis telur, kursi dan meja menjadi berantakan.
Sayangnya, tida ada satupun di antara kami yang memberi hadiah yang benar-benar
hadiah.
Entah bagaimana sejarahnya, sepertinya itu adalah
tradisi yang terjadi secara turun temurun antar angkatan sekolah.
Masa
SMP. Hampir sama dengan masa SD. Kami selalu menyiksa
teman-teman di har ulang tahunnya sepulang sekolah. Penyiksaan di masa SMP
lebih parah lagi. Diiket, dompet disembunyikan, pura-pura benci. Jadi selama
sekolah, kami semua sepakat untuk tidak mengajak si tersangka bicara. Terakhir,
penyiraman pake telur campur tepung dan blao cuci di tengah lapangan. Tidak
hanya itu, ban sepeda motornya dikempesi.
Tidak ada yang memperlakukan dengan baik kepada orang
yang ulang tahun. Seolah, hari ulang tahun adalah hari yang menyakitkan, buka
yang membahagiakan. Hehehehe
Senang rasanya ulang tahun. Merasa diri tambah dewasa,
dan tidak dianggap anak kecil lagi. Rasanya, ingin cepat dewasa.
Pencapaian yang paling berkesan semasa SMP adalah
selalu masuk peringkat 3 besar. Bahkan sering menjadi peringkat 1.
Masa
SMA. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin parah
proses penyiksaan kepada orang yang ulang tahun.
Di sekolah SMA saya ada kolam ikan (empang, lebih
tepatnya). Jadi, setelah sekolah usai, kami ramai-ramai menggotong si tersangka
ke pinggir empang untuk kemudian diceburkan ke empang. Setelah itu, semua lari
berhamburan, meninggalkan si tersangka berlumuran lumpur dan air yang hijau.
Bahkan, saya dan teman-teman pernah menyiran salah
seorang guru di hari ulang tahunnya. Kami melakukan itu karena kami merasa
dekat dengan guru tersebut. Bagusnya, kami menyesali perbuatan itu akhirnya.
Kami tidak ingin adik-adik kelas menirunya.
Saya sendiri, sudah mulai ada yang memberi hadiah di
hari ulang tahun saya. Senang sekali rasanya.
Pengalaman yang paling berkesan semasa SMA adalah
pacaran.
Masa
Kuliah (sekarang)
Ternyata tradisi menyiksa orang lain di hari ulang
tahunnya juga terjadi di dunia perkuliahan. Itu tidak kalah sadisnya dengan
masa-masa SMA. Diikat dikursi, disiram pake air yang kotor, di pajang di depan
orang banyak. Bahkan terkadang, ditelanjangi (hanya memakai celana pendek
saja).
Saat ini, semakin bertambah usia, rasanya semakin
khawatir saja. Melihat kebelakang, begitu tidak banyaknya pencapain-pencapaian
yang telah saya raih.
Namun yang jelas, harapan dan keinginan akan meraih
sesuatu di masa mendatang itu selalu ada.
Salah satu mimpi terbesar saya yang belum trwujud
adalah MELANJUTKAN KULIAH DI OXFORD UNIVERSITY, LONDON, INGGRIS.
Makna
Ulang Tahun
Ulang tahun selalu menawarkankan harapan baru dan
semangat baru. Seolah membuat saya selalu awet muda karena merasa seperti
terlahir kembali.
Sesuai namanya, “selamat ulang tahun”, mengulang
tahun. Artinya, kita mengulang sesuatu yang baru lagi untuk meraih sesuatu yang
belum tercapai di tahun sebelumnya, dan mengulang hal besar yang pernah terjadi
di masa lalu agar terulang lagi di masa mendatang dengan capaian dan raihan
yang lebih hebat lagi. Kejaidian hebat terulang lagi di tahun selanjutnya, yang
lebih dahsyat lagi. Yang kesemuanya itu dilakukan dengan selamat.
Bertambahnya usia itu artinya semakin berkurangnya
masa hidup kita di dunia. Itu artinya kedekatan kepada Tuhan harus semakin erat
pula. Idealnya, bertambahnya usia diiringi dengan semakin bertambahbanyaknya
pencapaian-pencapaian yang semakin dahsyat pula.
Harapan Di Tahun Selanjutnya
Saya berharap bisa lulus kuliah di bulan Maret 2014 dan mampu
melanjutkan kuliah di OXFORD UNIVERSITY, LONDON, INGGRIS.
Ucapan Selamat Ulang Tahun :
Untuk Zhei
12 Oktober juga merupaakan hari ulang tahunnya anak dari sahabat tercinta
saya, Eny. Nama anaknya adalah Zheifara, dipanggil Zhei. Selamat ulang tahun
Zhei Sayang. Walaupun hingga saat ini Om belum pernah melihat kamu seperti apa,
tapi Om yakin bahwa kamu pasti secantik dan sehebat Ibumu, Ibumu, Ibumu, juga
Ayahmu. Kalo tidak salah, sekarang Zhei uang tahun yang ke-4 ya ? (Maaf, Zhei,
Om orangnya pelupa J )
Harapan Om terhadap Zhei sama dengan harapan Ibu Zhei juga Ayah Zhei
terhadap Zhei.
Selamat ulang tahun Zhei sayang…..
0 comments:
Posting Komentar