sumber gambar : http://catatankecilnovriana.files.wordpress.com |
Pada suatu siang yang cerah Si Kancil sedang merumput
sendirian di tepi sungai. Tanpa disadarinya, ada seekor induk Ayam Hutan yang
muncul dari semak-semak sambil bernyayi. Dia tampak riang sekali.
“Naik..naik..ke puncak gunung..tinggi..tinggi
sekali....” Sang induk Ayam Hutan menyanyi dengan merdunya sambil
memutar-mutarkan badannya, menari-nari dan sambil memejamkan mata.
“Kirii..kanan..kulihat saja..banyaaaak...”
“Brukkk !!!!” Tiba-tiba dia terjatuh. Dia menabrak badan
si Kancil dari belakang. Begitu juga Si Kancil yang hampir saja jatuh ke sungai.
Dia tidak mendengar suara induk Ayam
Hutan menyanyi karena suara deburan air
yang mengalir di sungai sangat deras.
“Eh, Ayam.... Maaf, ya Yam ! Aku gak tahu kalo ada
Kamu di belakang...!” Kata Si Kancil sambil membantu membangunkan Ayam. “Yam,
maafin aku Yam...maafin aku..” ucap Si Kancil berulang-ulang sambil menjabat
tangan Si Ayam erat-erat.
“Oh, iya, Cil..tidak apa-apa !!!.... Tidak apa-apa !!!
Aku juga yang salah. Aku jalan sambil memejamkan mata...” kata Induk Ayam Hutan.”Emmmhh
Cil...aku duluan ya.. Anak-anakku sedang menunggu di rumah. Aku yakin mereka
kelaparan. Daaah Ciiil....“
Si Ayam Hutan segera berlari sambil melambaikan
sayapnya. Lehernya membungkuk-bungkuk karena keberatan membawa makanan untuk
anak-anaknya. Induk Ayam Hutan segera menyebrangi sungai.
“Yaaaam....!!!! “ Teriak Kancil. “Tungguuuuu!!! “
Si Ayam tiba-tiba berhenti dan menolah ke belakang, ke
arah Si Kancil. Si Kancil berlari mengejar Sang Ayam Hutan. Dia hendak
menawarkan jasa kepada Ayam Hutan berupa tumpangan di punggungnya agar Si Induk
Ayam dapat segera tiba di rumahnya. Agar anak-anaknya tidak kelaparan.
Sayangnya, Si Induk Ayam hutan malah menolaknya dengan sangat kasar.
“Tidak !!!..Aku tidak mau naik punggungmu!!! Aku sudah
mencium akal busukmu !” kata Si Induk Ayam Hutan dengan marahnya. “Pasti kamu
mau berbuat licik, kan? Pasti kamu mau mengambil bahan makananku, kan?”
Si Kancil berusaha tenang dan tidak marah.
“Tidak, Yam. Aku tidak akan berbuat licik terhadapmu.
Aku benar-benar ingin menolongmu....” kata Si Kancil sambil berusaha untuk
tersenyum. Sebenarnya, dia merasa sangat bersedih karena sudah dituduh akan
berbuat jahat.
Ketika pertengkaran itu terjadi, tiba-tiba seekor
monyet datang.
“Ada apa ini, Ayam ?” tanya Monyet heran.
“Ini Monyet, Si Kancil mau mengambil makananku.
Padahal anak-anakku kelaparan di rumah. Mereka sudah menungguku dari tadi pagi..”
jelas Si Ayam.
“Iya, Ayam. hati-hati Kamu sama Si Kancil ! Dia itu
anak yang licik dan curang ! Kapan hari dia juga telah mencurangi aku....” Kata
Si Monyet. Akhirnya Si Monyet pun menceritakan pengalaman pahitnya dicurangi Si
Kancil ke temannya, ke sang Induk Ayam Hutan.
Dulu Si Kancil menemukan sebatang pohon pisang yang
tinggi dengan buah yang besar-besar dan sudah matang semua. Karena Si Kancil
tidak bisa memanjat, maka dia meminta Si Monyet untuk memetik buah pisang yang
matang dan besar-besar tersebut. Waktu itu Si Monyet kebetulan lewat, dia baru
pulang dari sungai.
“Oke, Cil. Tapi hasilnya bagi dua ya, Cil ???” pinta
Si Monyet.
“Beres, Nyet !”Jawab Si Kancil dengan yakin. “Cepet
petik buahnya, Nyet !!! Aku buru-buru...Oh ya, Monyet, ini bawa karung ini !”
kata Si Kancil ke Monyet sambil memberikan sebuah karung. “Petik semua buah
pisangnya, lalu masukkan ke karung ini....”
Dengan cekatan Si Monyet memetik buah pisang yang
manis itu. Ketika buah pisangnya tinggal tiga di tandannya, Si Monyet kaget.
Semua buah pisang yang telah dipetinya tidak ada di dalam karung. Ternyata
karung pemberian Kancil itu bolong di bagian bawahnya. Ketika melongok ke
bawah, di sana tidak ada Si Kancil juga
tidak ada satu pun buah pisang yang tergeletak di bawah. Si Kancil membawa lari
semua pisang. Sejak itu dia membenci Kancil.
Ketika Si Monyet dan Ayam Hutan menjelek-jelekkan Si
Kancil, datanglah seekor Anjing.
“Hai, kawan-kawan ada apa?” katanya dengan santai. Sementara
Si Kancil terlihat sangat murung. “Wah ada Si Kancil...! Pasti berbuat ulah
lagi ya kawan-kawan Si Kancil ini?” tanya Anjing.
“Iya, Jing..” jawab Ayam dengan yakin. “Dia hendak
mencurangi aku. Dia mau mengambil makananku dengan cara menawarkan tunggangan
di punggungnya! Katanya aku mau diantarkan ke rumahku. Biar cepet sampai di
rumah! Dasar Kancil anak yang licik...!” Ayam terlihat sangat membenci Kancil.
Akhirnya, Si Anjing pun menceritakan pengalaman
buruknya dengan Si Kancil.
Suatu hari Si Kancil ketahuan mencuri mentimun Pak
Tani di ladang. Akhirnya, Si Kancil ditangkap, dikurung, dan akan disembelih
oleh Pak Tani. Ketika Si Kancil sedang dikurung, lewatlah Si Anjing.
sumber gambar : http://farm4.staticflickr.com |
“Hai, Sahabatku!” sapa Si Kancil. “Mau ke mana, kau?”
“Hai, Cil. Sedang apa Kau berada di situ? Kenapa kamu
dikurung?” tanya Anjing heran.
“Kamu mau gak dikasih hadiah yang sangat istimewa oleh
Pak Tani?” rayu Si Kancil.
“Waaaahh..mau mau mau...” Anjing menjawab dengan penuh
semangat. “Ooohhh..jadi kamu dikurung karena kamu mau dikasih hadiah oleh Pak
Tani, Cil ?”
“Iya. Ayo cepat kita tuker tempat!”
Dengan semangat Si Anjing membuka kurungan dan membebaskan
Si Kancil, sementara dirinya masuk ke dalam kurungan.
“Oke kawan, selamat menikamti kejutan ya ! Terima
kasih ...Dadaaaahhh” Si Kancil langsung lari dengan cepatnya sambil membawa
tiga buah mentimun segar dan besar. Dia terlihat sedang mengejar sesuatu.
Larinya sangat cepat.
Si Anjing mendengar suara golok di asah. Ternyata benar,
suara itu berasal dari tangan Pak Tani yang sedang mengasah golok. Pak Tani
terbelalak melihat Si Anjing berada dalam kurungan.
“Hai, Anjing! Kau kemanak Si Kancil? Apa dia kau
makan? Dia akan kusembelih!!!” suara Pak Tani sungguh-sungguh sangat
menakutkan. “Dia telah mencuri timunku di ladang !”
Akhirnya Si Anjing sadar bahwa dia telah ditipu oleh
Si Kancil.
Pada saat itu, Monyet, Anjing, dan Ayam hutan, mereka
rame-rame mengusir Si Kancil. Tidak ada yang mau mendengarkan pembelaan dari Si
Kancil sedikitpun. Si Ayam Hutan, walaupun belum pernah ditipu oleh Si Kancil,
dia semakin sangat membenci Si Kancil.
Semua binatang di hutan percaya bahwa Si Kancil adalah
anak nakal, licik, cerdik, penipu, dan suka mencuri timun. Hingga saat ini,
tidak ada satu pun binatang yang mau berteman dengan Si Kancil. Walaupun
demikian, Si Kancil tetap bertekad akan membuktikan ke semua penghuni hutan dan
juga ke Pak Tani kalau dia tidak pernah mempunyai niat jahat sedikitpun kepada
siapapun.
Sempat terlintas di benak Si Kancil niatan untuk pergi
meninggalkan hutan. Dia sakit hati karena semua membencinya dan memusuhinya.
Tapi dia sadar bahwa itu tidak akan menyelesaikan masalah. Hal itu malah
membuat dirinya terus dibenci oleh teman-temannya selamanya. Dia bertekad untuk
tetap di hutan.
Suatu hari, Si Kancil jalan-jalan ke tengah hutan
untuk menenangkan diri. Ia melihat tiga ekor anak Ayam Hutan yang sedang asyik
bermain-main di bawah pohon besar. Dia hendak ikut bergabung bermain bersama
mereka.
“Si Kancil anak nakal, suka mencuri ketimun. Ayo lekas
dikurung...jangan diberi ampun....” tiga ekor anak Ayam Hutan itu menyanyikan
lagu itu dengan riangnya secara bersamaan. Hal itu membuat Si Kancil urung
untuk ikut bergabung bermain bersama mereka. Akhirnya Si Kancil malah pergi
menjauh dari mereka.
Dia telah berjalan hampir separo luas hutan. Dia
jalan-jalan tak tentu arah. Tiba-tiba terdengar keributan di tengah hutan.
“Tolooooooong...toloooooooong....tolooooooonggggggg”
Kancil segera berlari ke sumber suara. Kancil melihat
asap membumbung tebal tinggi di udara. Sedang terjadi kebakaran hutan.
Setibanya di tempat kejadian, semua binatang sibuk
berusaha memadamkan api.
“Toloooong...tolooong...selamatkan anak-anakku....”
Sang Induk Ayam Hutan menangis sejadi-jadinya. “Toloooong...siapa saja...toong
selamatkan anak-anakku...”. Suaranya terdengar begitu parau. Dia tidak ingin
kehilangan anak-anaknya. Kebakaran itu terjadi di sekitar rumah Si Ayam Hutan
tersebut.
Kancil tahu maksud Ayam tersebut. Tanpa pikir panjang,
Si Kancil lari menerobos kobaran api. Semua binatang terperangah melihat
tindakan nekad Si Kancil. Dengan sigap dan lincah Si Kancil masuk ke dalam
rumah Si Ayam Hutan yang sudah diselimuti api. Tidak lama kemudian Si Kancil
keluar dari kobaran api sambil membawa tiga ekor anak Ayam Hutan.
“Ibuuuuuuuu.......” seru anak-anak ayam. Mereka langsung
berpelukkan. Sambil menagis, diselimuti rasa tak percaya, Ayam Hutan mendekap
anak-anaknya denga penuh kasih sayang. Semua binatang bertepuk tangan atas
keberanian Si Kancil. Dia telah berhasil menyelamatkan ketiga anak Ayam.
“Cil, maafkan aku ya....” kata Sang Induk Ayam Hutan
sambil berderai air mata. “Aku telah menuduhmu dengan tuduhan yang bukan-bukan.
Padahal Kau belum pernah berbuat licik ataupun curang sedikitpun terhadapku...
Maafkan aku ya Cil....”
Semua binatang bertepuk tangan. Suasan terasa begitu
membahana. Semua penghuni hutan berkumpul pada saat kejadian tersebut. Si
Kancil memanfaatkan kesempatan ini untuk menjelaskan rahasia yang belum
diketahui oleh satu ekorpun penghuni hutan.
Si Kancil memulai pembicaraannya.
“Kawan-kawan semuanya yang saya cintai..... Saya ingin
meminta maaf....”
Tiba-tiba hujan turun.
“HOREEEEEEEEEEEE.......” semua binatang bersorak
kegirangan. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk memadamkan api. Akhirnya
api pun padam dengan begitu cepatnya.
Semua menari-nari kegirangan. Sementara Si Kancil diam
saja. Syukurnya, hujannya tidak lama. Akhirnya Si Kancil memulai kembali pembicaraannya.
“Kawan-kawan yang terhormat....” suaranya lantang dan
membara. Sehingga membuat semua binatang terdiam. Mereka mengalihkan perhatian
ke Si Kancil.
“Kawan-kawan yang berbahagia. Di sini Saya ingin
menceritakan banyak hal yang belum kalian ketahui. Saya akan menceritakan
banyak rahasia...” Suasana menjadi sangat hening. Tak ada satu pun yang
berbicara kecuali Si Kancil.
“Saya minta maaf dan berterima kasih sedalam-dalamnya
kepada kawan saya, Anjing, yang telah mau menggantikan saya di kurungan. Sahabat
saya, Anjing, waktu itu saya memang mencuri timun Pak Tani tiga buah. Saya melakukan
itu karena saya menemukan seorang Kakek yang tiggal di tepi hutan menderita
penyakit aneh. Sang Kakek bilang ke saya bahwa di telah mengidap penyakit itu
selama tiga tahun. Anehnya, penyakit tersebut hanya dapat disembuhkan oleh tiga
buah mentimun, kata Si Kakek. Tanpa pikir panjang, saya langsung lari ke ladang
Pak Tani. Setelah mengobati Si Kakek, saya langsung menemui Pak Tani.
Alhamdulillah, Pak Tani baik hati mau memaafkan saya. Kalau teman-teman tidak
percaya, itu lihat di belakang teman-teman semua. Di sana ada Sang Kakek yang
saya maksud. Alhamdulillah, sekarang beliau sudah sembuh.”
Semua binatang menengok ke arah Sang Kakek. Mereka
bertepuk tangan sementara Sang Kakek menundukkan kepala sambil merapatkan kedua
telapak tangannya sebagai tanda terima kasih.
“Teman-teman yang saya banggakan. Saya juga meminta
maaf dan berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada sahabat saya, Monyet.
Terima kasih telah bersedia memanjat pohon pisang dan memetikkan buahnya untuk
saya. Waktu itu, saya menemukan lima ekor anak monyet di tengah hutan, di bawah
pohon besar. Mereka semua dalam keadaan kelaparan. Wajah mereka pucat. Setelah
saya tanya, ternyata Ibunya telah meninggal tadi pagi jatuh ke sungai dan
terbawa arus hingga jatuh ke air tejun yang sangat tinggi yang ada di dalam
hutan. Maafkan saya yang telah memberikan karung bolong. Saya sendiri tidak menyadarinya.
Saya harus segera menyelamatkan mereka. Akhirnya, dari pada Monyet harus turun
lagi, lebih baik saya menangkap satu-satu buah pisang yang telah dipetik oleh
sahabat Monyet. Monyet, sahabatku, terima kasih. Kelima monyet itu, sedang
bergelantunga di atas pohon itu...” Kancil menunjuk ke suatu pohon.
Beberapa di antara penghuni hutan, ada yang menitikkan
air mata. Terharu melihat perjuangan Si Kancil.
sumber : www.serbajaya.com |
“Kemudian, saya juga mengucapkan terima kasih kepada
sahabat-sahabat saya, para Buaya Sungai. Terima kasih atas pertolongan kalian
sehingga saya bisa menyebrangi sungai yang sangat lebar, dalam, dan berarus
deras. Waktu itu saya sedang terburu-buru. Satu hari sebelumnya, tiga sahabat
saya, tiga ekor Burung Cendrawasih, memberi tahu saya bahwa hutan ini akan
dijadikan ladang tambang. Esok harinya saya menghubungi lebah-lebah untuk
menyengati para penambang yang berani mendekati lahan kita. Selain itu, saya
meminta kepada semua ular-ular berbisa untuk berjaga-jaga di daerah perbatasan,
agar tidak ada satupun yang mampu memasuki daerah kita. Saya tidak mau kita
kehilangan tempat tinggal yang sangat indah ini....”
Semua bertepuk tangan kembali dengan sangat semarak.
Sejak saat itu, semua binatang sadar bahwa isu tentang Si Kancil anak nakal
adalah berita bohong. Akhirnya, Si Kancil menjadi binatang yang paling disegani
di hutan.
0 comments:
Posting Komentar