Jumat, 11 Oktober 2013

sumber gambar : http://catatankecilnovriana.files.wordpress.com

Pada suatu siang yang cerah Si Kancil sedang merumput sendirian di tepi sungai. Tanpa disadarinya, ada seekor induk Ayam Hutan yang muncul dari semak-semak sambil bernyayi. Dia tampak riang sekali.

“Naik..naik..ke puncak gunung..tinggi..tinggi sekali....” Sang induk Ayam Hutan menyanyi dengan merdunya sambil memutar-mutarkan badannya, menari-nari dan sambil memejamkan mata. “Kirii..kanan..kulihat saja..banyaaaak...”

“Brukkk !!!!” Tiba-tiba dia terjatuh. Dia menabrak badan si Kancil dari belakang. Begitu juga Si Kancil yang hampir saja jatuh ke sungai. Dia tidak mendengar suara induk  Ayam Hutan menyanyi  karena suara deburan air yang mengalir di sungai sangat deras.

“Eh, Ayam.... Maaf, ya Yam ! Aku gak tahu kalo ada Kamu di belakang...!” Kata Si Kancil sambil membantu membangunkan Ayam. “Yam, maafin aku Yam...maafin aku..” ucap Si Kancil berulang-ulang sambil menjabat tangan Si Ayam erat-erat.

“Oh, iya, Cil..tidak apa-apa !!!.... Tidak apa-apa !!! Aku juga yang salah. Aku jalan sambil memejamkan mata...” kata Induk Ayam Hutan.”Emmmhh Cil...aku duluan ya.. Anak-anakku sedang menunggu di rumah. Aku yakin mereka kelaparan. Daaah Ciiil....“ 

Si Ayam Hutan segera berlari sambil melambaikan sayapnya. Lehernya membungkuk-bungkuk karena keberatan membawa makanan untuk anak-anaknya. Induk Ayam Hutan segera menyebrangi sungai.

“Yaaaam....!!!! “ Teriak Kancil. “Tungguuuuu!!! “

Si Ayam tiba-tiba berhenti dan menolah ke belakang, ke arah Si Kancil. Si Kancil berlari mengejar Sang Ayam Hutan. Dia hendak menawarkan jasa kepada Ayam Hutan berupa tumpangan di punggungnya agar Si Induk Ayam dapat segera tiba di rumahnya. Agar anak-anaknya tidak kelaparan. Sayangnya, Si Induk Ayam hutan malah menolaknya dengan sangat kasar.

“Tidak !!!..Aku tidak mau naik punggungmu!!! Aku sudah mencium akal busukmu !” kata Si Induk Ayam Hutan dengan marahnya. “Pasti kamu mau berbuat licik, kan? Pasti kamu mau mengambil bahan makananku, kan?”

Si Kancil berusaha tenang dan tidak marah.

“Tidak, Yam. Aku tidak akan berbuat licik terhadapmu. Aku benar-benar ingin menolongmu....” kata Si Kancil sambil berusaha untuk tersenyum. Sebenarnya, dia merasa sangat bersedih karena sudah dituduh akan berbuat jahat.

Ketika pertengkaran itu terjadi, tiba-tiba seekor monyet datang.

“Ada apa ini, Ayam ?” tanya Monyet heran.

“Ini Monyet, Si Kancil mau mengambil makananku. Padahal anak-anakku kelaparan di rumah. Mereka sudah menungguku dari tadi pagi..” jelas Si Ayam.

“Iya, Ayam. hati-hati Kamu sama Si Kancil ! Dia itu anak yang licik dan curang ! Kapan hari dia juga telah mencurangi aku....” Kata Si Monyet. Akhirnya Si Monyet pun menceritakan pengalaman pahitnya dicurangi Si Kancil ke temannya, ke sang Induk Ayam Hutan.

Dulu Si Kancil menemukan sebatang pohon pisang yang tinggi dengan buah yang besar-besar dan sudah matang semua. Karena Si Kancil tidak bisa memanjat, maka dia meminta Si Monyet untuk memetik buah pisang yang matang dan besar-besar tersebut. Waktu itu Si Monyet kebetulan lewat, dia baru pulang dari sungai.

“Oke, Cil. Tapi hasilnya bagi dua ya, Cil ???” pinta Si Monyet.

“Beres, Nyet !”Jawab Si Kancil dengan yakin. “Cepet petik buahnya, Nyet !!! Aku buru-buru...Oh ya, Monyet, ini bawa karung ini !” kata Si Kancil ke Monyet sambil memberikan sebuah karung. “Petik semua buah pisangnya, lalu masukkan ke karung ini....”

Dengan cekatan Si Monyet memetik buah pisang yang manis itu. Ketika buah pisangnya tinggal tiga di tandannya, Si Monyet kaget. Semua buah pisang yang telah dipetinya tidak ada di dalam karung. Ternyata karung pemberian Kancil itu bolong di bagian bawahnya. Ketika melongok ke bawah, di sana tidak ada  Si Kancil juga tidak ada satu pun buah pisang yang tergeletak di bawah. Si Kancil membawa lari semua pisang. Sejak itu dia membenci Kancil.

Ketika Si Monyet dan Ayam Hutan menjelek-jelekkan Si Kancil, datanglah seekor Anjing.

“Hai, kawan-kawan ada apa?” katanya dengan santai. Sementara Si Kancil terlihat sangat murung. “Wah ada Si Kancil...! Pasti berbuat ulah lagi ya kawan-kawan Si Kancil ini?” tanya Anjing.

“Iya, Jing..” jawab Ayam dengan yakin. “Dia hendak mencurangi aku. Dia mau mengambil makananku dengan cara menawarkan tunggangan di punggungnya! Katanya aku mau diantarkan ke rumahku. Biar cepet sampai di rumah! Dasar Kancil anak yang licik...!” Ayam terlihat sangat membenci Kancil.

Akhirnya, Si Anjing pun menceritakan pengalaman buruknya dengan Si Kancil.
Suatu hari Si Kancil ketahuan mencuri mentimun Pak Tani di ladang. Akhirnya, Si Kancil ditangkap, dikurung, dan akan disembelih oleh Pak Tani. Ketika Si Kancil sedang dikurung, lewatlah Si Anjing.

sumber gambar : http://farm4.staticflickr.com


“Hai, Sahabatku!” sapa Si Kancil. “Mau ke mana, kau?”

“Hai, Cil. Sedang apa Kau berada di situ? Kenapa kamu dikurung?” tanya Anjing heran.

“Kamu mau gak dikasih hadiah yang sangat istimewa oleh Pak Tani?” rayu Si Kancil.

“Waaaahh..mau mau mau...” Anjing menjawab dengan penuh semangat. “Ooohhh..jadi kamu dikurung karena kamu mau dikasih hadiah oleh Pak Tani, Cil ?”

“Iya. Ayo cepat kita tuker tempat!”

Dengan semangat Si Anjing membuka kurungan dan membebaskan Si Kancil, sementara dirinya masuk ke dalam kurungan.

“Oke kawan, selamat menikamti kejutan ya ! Terima kasih ...Dadaaaahhh” Si Kancil langsung lari dengan cepatnya sambil membawa tiga buah mentimun segar dan besar. Dia terlihat sedang mengejar sesuatu. Larinya sangat cepat.

Si Anjing mendengar suara golok di asah. Ternyata benar, suara itu berasal dari tangan Pak Tani yang sedang mengasah golok. Pak Tani terbelalak melihat Si Anjing berada dalam kurungan.

“Hai, Anjing! Kau kemanak Si Kancil? Apa dia kau makan? Dia akan kusembelih!!!” suara Pak Tani sungguh-sungguh sangat menakutkan. “Dia telah mencuri timunku di ladang !”

Akhirnya Si Anjing sadar bahwa dia telah ditipu oleh Si Kancil.

Pada saat itu, Monyet, Anjing, dan Ayam hutan, mereka rame-rame mengusir Si Kancil. Tidak ada yang mau mendengarkan pembelaan dari Si Kancil sedikitpun. Si Ayam Hutan, walaupun belum pernah ditipu oleh Si Kancil, dia semakin sangat membenci Si Kancil.

Semua binatang di hutan percaya bahwa Si Kancil adalah anak nakal, licik, cerdik, penipu, dan suka mencuri timun. Hingga saat ini, tidak ada satu pun binatang yang mau berteman dengan Si Kancil. Walaupun demikian, Si Kancil tetap bertekad akan membuktikan ke semua penghuni hutan dan juga ke Pak Tani kalau dia tidak pernah mempunyai niat jahat sedikitpun kepada siapapun.

Sempat terlintas di benak Si Kancil niatan untuk pergi meninggalkan hutan. Dia sakit hati karena semua membencinya dan memusuhinya. Tapi dia sadar bahwa itu tidak akan menyelesaikan masalah. Hal itu malah membuat dirinya terus dibenci oleh teman-temannya selamanya. Dia bertekad untuk tetap di hutan.

Suatu hari, Si Kancil jalan-jalan ke tengah hutan untuk menenangkan diri. Ia melihat tiga ekor anak Ayam Hutan yang sedang asyik bermain-main di bawah pohon besar. Dia hendak ikut bergabung bermain bersama mereka.

“Si Kancil anak nakal, suka mencuri ketimun. Ayo lekas dikurung...jangan diberi ampun....” tiga ekor anak Ayam Hutan itu menyanyikan lagu itu dengan riangnya secara bersamaan. Hal itu membuat Si Kancil urung untuk ikut bergabung bermain bersama mereka. Akhirnya Si Kancil malah pergi menjauh dari mereka.

Dia telah berjalan hampir separo luas hutan. Dia jalan-jalan tak tentu arah. Tiba-tiba terdengar keributan di tengah hutan.

“Tolooooooong...toloooooooong....tolooooooonggggggg”

Kancil segera berlari ke sumber suara. Kancil melihat asap membumbung tebal tinggi di udara. Sedang terjadi kebakaran hutan.

Setibanya di tempat kejadian, semua binatang sibuk berusaha memadamkan api.

“Toloooong...tolooong...selamatkan anak-anakku....” Sang Induk Ayam Hutan menangis sejadi-jadinya. “Toloooong...siapa saja...toong selamatkan anak-anakku...”. Suaranya terdengar begitu parau. Dia tidak ingin kehilangan anak-anaknya. Kebakaran itu terjadi di sekitar rumah Si Ayam Hutan tersebut.

Kancil tahu maksud Ayam tersebut. Tanpa pikir panjang, Si Kancil lari menerobos kobaran api. Semua binatang terperangah melihat tindakan nekad Si Kancil. Dengan sigap dan lincah Si Kancil masuk ke dalam rumah Si Ayam Hutan yang sudah diselimuti api. Tidak lama kemudian Si Kancil keluar dari kobaran api sambil membawa tiga ekor anak Ayam Hutan.

“Ibuuuuuuuu.......” seru anak-anak ayam. Mereka langsung berpelukkan. Sambil menagis, diselimuti rasa tak percaya, Ayam Hutan mendekap anak-anaknya denga penuh kasih sayang. Semua binatang bertepuk tangan atas keberanian Si Kancil. Dia telah berhasil menyelamatkan ketiga anak Ayam.

“Cil, maafkan aku ya....” kata Sang Induk Ayam Hutan sambil berderai air mata. “Aku telah menuduhmu dengan tuduhan yang bukan-bukan. Padahal Kau belum pernah berbuat licik ataupun curang sedikitpun terhadapku... Maafkan aku ya Cil....”

Semua binatang bertepuk tangan. Suasan terasa begitu membahana. Semua penghuni hutan berkumpul pada saat kejadian tersebut. Si Kancil memanfaatkan kesempatan ini untuk menjelaskan rahasia yang belum diketahui oleh satu ekorpun penghuni hutan.

Si Kancil memulai pembicaraannya.

“Kawan-kawan semuanya yang saya cintai..... Saya ingin meminta maaf....”

Tiba-tiba hujan turun.

“HOREEEEEEEEEEEE.......” semua binatang bersorak kegirangan. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk memadamkan api. Akhirnya api pun padam dengan begitu cepatnya.

Semua menari-nari kegirangan. Sementara Si Kancil diam saja. Syukurnya, hujannya tidak lama. Akhirnya Si Kancil memulai kembali pembicaraannya.

“Kawan-kawan yang terhormat....” suaranya lantang dan membara. Sehingga membuat semua binatang terdiam. Mereka mengalihkan perhatian ke Si Kancil.

“Kawan-kawan yang berbahagia. Di sini Saya ingin menceritakan banyak hal yang belum kalian ketahui. Saya akan menceritakan banyak rahasia...” Suasana menjadi sangat hening. Tak ada satu pun yang berbicara kecuali Si Kancil.

“Saya minta maaf dan berterima kasih sedalam-dalamnya kepada kawan saya, Anjing, yang telah mau menggantikan saya di kurungan. Sahabat saya, Anjing, waktu itu saya memang mencuri timun Pak Tani tiga buah. Saya melakukan itu karena saya menemukan seorang Kakek yang tiggal di tepi hutan menderita penyakit aneh. Sang Kakek bilang ke saya bahwa di telah mengidap penyakit itu selama tiga tahun. Anehnya, penyakit tersebut hanya dapat disembuhkan oleh tiga buah mentimun, kata Si Kakek. Tanpa pikir panjang, saya langsung lari ke ladang Pak Tani. Setelah mengobati Si Kakek, saya langsung menemui Pak Tani. Alhamdulillah, Pak Tani baik hati mau memaafkan saya. Kalau teman-teman tidak percaya, itu lihat di belakang teman-teman semua. Di sana ada Sang Kakek yang saya maksud. Alhamdulillah, sekarang beliau sudah sembuh.”


Semua binatang menengok ke arah Sang Kakek. Mereka bertepuk tangan sementara Sang Kakek menundukkan kepala sambil merapatkan kedua telapak tangannya sebagai tanda terima kasih.

“Teman-teman yang saya banggakan. Saya juga meminta maaf dan berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada sahabat saya, Monyet. Terima kasih telah bersedia memanjat pohon pisang dan memetikkan buahnya untuk saya. Waktu itu, saya menemukan lima ekor anak monyet di tengah hutan, di bawah pohon besar. Mereka semua dalam keadaan kelaparan. Wajah mereka pucat. Setelah saya tanya, ternyata Ibunya telah meninggal tadi pagi jatuh ke sungai dan terbawa arus hingga jatuh ke air tejun yang sangat tinggi yang ada di dalam hutan. Maafkan saya yang telah memberikan karung bolong. Saya sendiri tidak menyadarinya. Saya harus segera menyelamatkan mereka. Akhirnya, dari pada Monyet harus turun lagi, lebih baik saya menangkap satu-satu buah pisang yang telah dipetik oleh sahabat Monyet. Monyet, sahabatku, terima kasih. Kelima monyet itu, sedang bergelantunga di atas pohon itu...” Kancil menunjuk ke suatu pohon.
Beberapa di antara penghuni hutan, ada yang menitikkan air mata. Terharu melihat perjuangan Si Kancil.

sumber : www.serbajaya.com


“Kemudian, saya juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat saya, para Buaya Sungai. Terima kasih atas pertolongan kalian sehingga saya bisa menyebrangi sungai yang sangat lebar, dalam, dan berarus deras. Waktu itu saya sedang terburu-buru. Satu hari sebelumnya, tiga sahabat saya, tiga ekor Burung Cendrawasih, memberi tahu saya bahwa hutan ini akan dijadikan ladang tambang. Esok harinya saya menghubungi lebah-lebah untuk menyengati para penambang yang berani mendekati lahan kita. Selain itu, saya meminta kepada semua ular-ular berbisa untuk berjaga-jaga di daerah perbatasan, agar tidak ada satupun yang mampu memasuki daerah kita. Saya tidak mau kita kehilangan tempat tinggal yang sangat indah ini....”


Semua bertepuk tangan kembali dengan sangat semarak. Sejak saat itu, semua binatang sadar bahwa isu tentang Si Kancil anak nakal adalah berita bohong. Akhirnya, Si Kancil menjadi binatang yang paling disegani di hutan. 
Categories:

0 comments:

Posting Komentar