Model: Acang Udin dan Ahyes A. Pramastika
Fotografer: Fitri Nofianti
|
Aku jadi teringat akan status yang kuposting di facebook beberapa tahun lalu.
Seandainya Tuhan menganugrahkan manusia sebuah kemampuan untuk dapat saling mengetahui perasaan yang tersenbunyi dan abstrak itu, maka tidak akan ada lagi kebohongan, saling curiga, saling menuduh, atau bahkan mungkin korupsi pun akan tidak ada di muka bumi ini. Selain itu, ketika manusia sudah dapat saling mengetahui isi hati masing-masing, itu artinya mereka sudah dapat menangkap setiap maksud dan makna yang keluar dari mulutnya. Sehingga tidak ada lagi pertanyaan, "Maksudmu apa berbicara seperti itu?" dan semacamnya. Kesalahfahaman dan perselisihan, mungkin tidak akan ada. Tanpa harus menjelaskan panjang lebar, mereka sudah mengetahui semua maksud dan makna.
Berdialog itu adalah berkomunikasi dua arah. Ada seseorang yang pernah bilang begini padaku,
"Ketika aku berbicara dengan lawan bicaraku, kemudian dia memtuskan pembicaraan di saat pembicaraan belum selesai dibicarakan, itu bagaikan aku merasa sangat haus, kemudian minum, dan baru satu tegukkan, air itu dirampasnya secara paksa!"
Jika demikian, maka masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum selesai dijawab oleh kedua belah pihak. Keduanya sama-sama menebak-nebak apa maksud dari apa yang telah diucapkannya itu.
Jika itu terjadi padaku, maka aku akan menganggap semua baik-baik saja. Walaupun, tentu saja, di hati masih ada hasrat dan keinginan untuk menjelaskan semua maksud. Namun, ketika dia sudah merampas minumanku, seraya dia berkata "aku rasa ini sudah cukup jelas" namun kenyataannya masih selalu mempertanyakannya kepada diri sendiri tentang apa yang telah kukatakan, maka haruskah aku menjawabnya tanpa ada permintaan untuk menjawab dari pemilik pertanyaan? Sementara dia sudah merampas minumanku? Aku rasa tidak.
Aku harus mencari sendiri tentang makna dan maksud dari pertanyaan yang kumiliki mengenai semua perkataannya. Agar aku dapat melangkah dengan tenang, maka aku harus menerjemahkan semua itu dengan terjemahan yang baik, buka yang buruk. Misalnya, "Dia berkata seperti itu, karena dia sayang kepadaku. Dia ingin aku bahagia dan tidak terbebani!" Sekilas tampak pura-pura, basa-basi, dan terkesan memaksa. Tapi, biarlah!
Sekarang, hanya ada satu cara yang bisa kulakukan agar semua maksud dari apa telah kukatakan itu tersampaikan dengan baik kepadanya, berhubung dia sudah tidak ingin lagi bicara denganku, aku harus bagaiman lagi selain berdialog dengan Tuhan-ku. Ya, satu-satunya cara adalah berdialog dengan-NYA. Dia, Tuhan-ku, mempunyai cara yang lebih sederhana dari apa yang ada di pikiranku. Karena, cara-cara menurut pikiranku ini terlalu rumit. Dan Tuhan lebih tahu jawaban seperti apa yang dia butuhkan.
Aku ini tidak pandai bertutur juga merasa. Semua itu masih terus kupelajari. Ketika terjadi kesalahfahaman, itu artinya proses belajar merasa dan bertutur-nya harus lebih diperbaiki lagi.
Tuhan, terima kasih !
Engkau telah menganugerahkan mulut kepada hamba.
Bimbinglah hamba agar mampu bertutur dengan tidak melukai..
Tuhan, terima kasih!
Enagkau telah menganugerahkan hati
Bimbinglah hamba agar pandai merasa dengan baik
Tuhan,
Sampaikanlah kepadanya semua maksud dari semua perkataan yang telah hamba ucapkan
Juga semua maksud yang masih tersimpan di hati ini
Jelaskan kepadanya dengan bahasa yang tidak melukai
Curahkan rasa di hatinya, rasa damai dan bahagia
Tuhan,
Amankanlah kami dari prasangka buruk
Terangilah jalan kami...
Aamiin
0 comments:
Posting Komentar