Jumat, 16 Agustus 2013

“ Sampean asli mana, Mas ? “. Hampir semua orang di Jember yang baru pertama kali bertemu saya bertanya demikian.

Jawaban saya : “Saya asli Bekasi, Mbak “, “Saya asli Bekasi, Mas”, “Saya dari Jawa Barat, Pak/Bu, dari Bekasi."

Lantas hampir mereka semua bilang begini : “Ooooh, pantesan....”

Saya : “ Pantesan kenapa Mbak/Mas/Bu/Pak ?”

Mereka : “Logat bicaranya beda....”

Saya sendiri benar-benar tidak meraskan adanya perbedaan logat bicara saya dengan mereka. Saya sering membatin, “Emang iya ya? Kok gue sedikit pun gak merasakan hal itu ya!? Dilihat dari mananya ya?! ”

Mereka bilang lagi ke saya : “Berarti deket Jakarta ya, Dik/Mas ?”
Saya : “Iya, Mbak/Mas/Bu/Pak...”

Mereka : “Enak ya deket kota ! Bisa ketemu artis-artis ibu kota setiap hari....”

Intinya, hampir dari mereka semua mengira bahwa saya tinggal di kota, deket dengan gedung-gedung penting dan tinggi, dekat dengan pusat hiburan, bisa ketemu artis-artis setiap saat, dll. Padahal, kenyataannya tidak. Saya pun selalu bilang begini setiap kali mereka bilang begitu, “ Gak, Mbak/Mas/Bu/Pak. Saya tinggal di desanya. Saya mah di kampung....”

Penampilan Rumah Saya

Dan, kali ini saya akan memperkenalkan diri lewat menggambarkan tempat tinggal saya (keadaan rumah).

Kenampakkan Rumah dari atas Pohon Rambutan

Kamis, 15 Agustus 2013

Saya mendapat SMS dari Ceu Mimin, isteri kakak saya. ( Ceu berasal dari Euceu : kata sapaan untuk kakak perempuan, berasal dari bahasa Sunda. Setara dengan Tétéh atau Mbak ).

“Cang, ayeuna ganti Ceu Endeung nu sokan kapalingan. Ker poe Senen ge duitna leungit sajuta di lamari.” ( Cang, sekarang gantian Ceu Endeung yang suka kepalingan uang. Pada hari Senin uangnya hilang satu juta di lemari ) Itu SMS dari Ceu Mimin, yang masuk ke HP saya pada 14 Agust 2013, 17:54:21. Jelas saya kaget mendengarnya sekaligus merasa sangat bersedih. (Ceu Endeung adalah kakak sepupu saya)
Leungit (Bahasa Sunda) = Hilang, Kaleungitan = Kehilangan

Selasa, 13 Agustus 2013



Sumber : Google.com

Suatu siang kakak saya SMS begini “Cang, sudah ditransfer 2rts... “

“Alhamdulillaah...” saya membatin. Hati saya mengucap syukur teramat dalam. Jelas saya senang sekali. Karena sudah tidak punya uang sama sekali. Segera saya mengetik key-pad Hp hendak membalas SMS dari Sang Kakak.

“Alhamdulillaah..Terima kasih banyak, Kak…”

Sayangnya, SMS saya itu gagal terkirim walaupun sudah saya coba kirim ulang sampai tiga kali. Saya lupa kalau  pulsa saya sudah habis sejak kemarin. Andai saja saat itu sedang tidak kuliah, pasti saya langsung lari ke ATM.




Lebih dari tiga tahun saya tinggal di perantauan, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Saya kuliah di Universitas Jember Jurusan sastra Inggris angkatan 2010. Sekarang memasuki semester tujuh. 

***** 

Awalnya, saya merasa sangat khawatir untuk merantau ke Jember. Alasannya sangat banyak. Saya tidak tega meniggalkan ibu saya sendirian di rumah. Saya tidak punya biaya banyak untuk hidup merantau. Saya tidak tahu harus kerja apa di sana untuk membiayai hidup dan kuliah. Saya tidak punya saudara satupun di Jember, teman atau kenalan apalagi. Benar-benar tidak punya ! Jember adalah kawasan yang sangat jauh dari tempat tiggal saya dan belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya tidak tahu sama sekali Jember seperti apa. Saya bingung akan tinggal di mana. Saya takut gak makan. Saya takut dijahili dan dijahati orang. Saya takut gak betah tinggal di Jember. Saya takut dan khawatir.

Kamis, 01 Agustus 2013



Ponorogo,

Kakiku belum pernah menyentuh tanahmu

Sedikitpun.Walau tuk sejenak