Selasa, 13 Agustus 2013




Lebih dari tiga tahun saya tinggal di perantauan, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Saya kuliah di Universitas Jember Jurusan sastra Inggris angkatan 2010. Sekarang memasuki semester tujuh. 

***** 

Awalnya, saya merasa sangat khawatir untuk merantau ke Jember. Alasannya sangat banyak. Saya tidak tega meniggalkan ibu saya sendirian di rumah. Saya tidak punya biaya banyak untuk hidup merantau. Saya tidak tahu harus kerja apa di sana untuk membiayai hidup dan kuliah. Saya tidak punya saudara satupun di Jember, teman atau kenalan apalagi. Benar-benar tidak punya ! Jember adalah kawasan yang sangat jauh dari tempat tiggal saya dan belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya tidak tahu sama sekali Jember seperti apa. Saya bingung akan tinggal di mana. Saya takut gak makan. Saya takut dijahili dan dijahati orang. Saya takut gak betah tinggal di Jember. Saya takut dan khawatir.





Saya, pertama kali datang ke Jember, seperti masuk ke dalam ruangan yang sangat gelap. Sehingga, saya tidak bisa melihat apapun di dalam ruangan itu. Saya harus diam sejenak. Menenangkan diri sambil memelek-melekkan mata melihat-lihat ke sekeliling. Saya harus berjalan pelan-pelan agar tidak menbrak benda-benda di sekeliling. Lama-lama, saya bisa melihat ada apa saja di sekitar saya. Lama-lama saya tahu Jember seperti apa (walaupun sampai sekarang masih belum begitu tahu). Lama-lama saya punya banyak saudara yang sangat baik-baik di Jember, di mana mereka memapah saya hingga saya bisa berjalan sendiri  dan bahkan berlari. Mereka yang membantu memperlancar urusan saya. Mereka yang menerangi saya hingga akhirnya saya diberi obor untuk berjalan sendiri. Mereka yang selalu mengingatkan saya ketika saya salah jalan. Mereka yang selalu menemani saya. Mereka SWAPENKA. Merka, sahabat-sahabat di kampus. Apa yang saya khawatirkan di awal, perlahan-lahan sirna dan hilang sama sekali. Terima kasih TUHAN telah menghadirkan orang-orang yang baik-baik yang senantiasa menemani saya. Terima kasih Tuhan senantiasa mempermudah urusan saya... 


*****


Saya datang ke Jember dan masuk kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Jember pada tahun 2010, 14 Agustus. Ketika saya masuk, ada satu jurusan yang baru dibuka, PSTF (Program Studi Televisi dan Film). Mahasiswa angkata 2010 adalah angkatan pertama. Sekarang sudah memiliki tiga angkatan.


Ada seorang dosen PSTF yang sekarang ini sudah saya anggap sebagai kakak kandung sendiri. (Dia nganggep saya sebagai adik kandungnya gak ya...?) Namanya Dwi Haryanto, S. Sn, M.Sn kelahiran Solo......... Tentu saja awalnya saya tidak kenal dengan beliau. Kemudian, kenal tapi tidak akrab. Terakhir, kenal berlanjut akrab dan seperti kakak kandung. Bolehlah saya ngaku-ngaku...


Awalnya, Bang Dwi (panggilan akrab saya ke beliau) mengajak saya untuk mengaji bareng, belajar bareng membaca Al Quran. 


Kegiatan mengaji bareng Bang Dwi dilakukan ba’da sholat Maghrib di musholla Baitul Mu’minin, Fakultas Sastra Universitas Jember. Durasinya hanya sekiar satu setengah jam. Di awal-awal pertemuan, setiap selesai ngaji, kami sholat Isya’ berjama’ah dan Bang Dwi pun pulang ke kost-annya. Di pertemuan-pertemuan selanjutnya, dia sering mengajak saya makan malam. Saya yang ditraktir tentunya !


Selanjutnya, dia juga tidak hanya mengajak makan malam, dia juga sangat sering mengajak saya makan siang. (Alhamdulillaah, bisa menghemat uang saku ).
 

“Chank, udah makan ?” itu contoh bunyi SMS-nya. Biasanya dia SMS di jam istirahat ngajar. Sekitar jam 12.00. Jika saya sudah makan, maka saya balas “Sudah, Bang..” jika belum, saya balas “Belum, Bang,,,” Sederhana dan apa adanya. Kedekatan kami baru berjalan sekitar satu tahunan lebih.


Keakraban saya dengan Bang Dwi berlanjut hingga ke titip-menitip kamar dan sepeda motor. Maksud saya begini.


Setiap kali dia mau pulang kampung, dia selalu memberi kabar ke saya paling lambat satu hari sebelunya.. Misalnya, besok pagi dia mau pulkam (pulang kampung : ke Solo), siang atau malamnya dia SMS  “Chank besok aku pulang. Nanti malem nginep di kostku ya...?”


Malam harinya saya nginep di kost Bang Dwi. Pagi hari, jam setengah lima, saya mengantarnya ke  Stasiun Jember. Sepeda motor berikut STNK-nya dan kunci kamar-nya dia kasihkan ke saya. Paling sebentar, satu minggu saya menjadi penguasa kamar dan motornya Bang Dwi. Artinya, selama seminggu pula saya dipermudah untuk pergi mengajar privat. Biasanya saya pergi mengajar privat selalu mengendarai sepeda gowes. Saya juga bisa bepergian ke mana saja bersama bebek birunya yang keren. Selama seminggu pula saya bisa memasak nasi di kamarnya. Karena di kamarnya ada rice cooker dan heater yang gunakan untuk memasak mie dan air. Selain itu, juga ada hiburan berupa TV. Yang paling aku suka, ketika Bang Dwi tidak membawa laptopnya pulang. Saya bisa menulis dan mengerjakan tugas daaaaaan menonton film serta wifi-an di kampus. Saya bisa numpang mencuci pakaian sekaligus menyetrikanya.


Nanti, ketika dia hendak kembali ke Jember, saya menjemputnya lagi di stasiun. Saya pun kembali ke tempat asal saya.


Alhamdulillaah dulu Ibu sering meminta saya untuk memijitinya ketika badannya Ibu terasa pegel-pegel atau mengerokinya ketika Ibu masuk angin. Sehingga sedikit banyak, sekarang saya lumayan bisa memijit dan ngerokin orang lain. Jadi, ketika Bang Dwi pegel-pegel, saya bisa menawarkan diri untuk memijitinya. Atau, ketika Bang Dwi masuk angin, saya bisa menawarkan diri untuk mengerokin punggungnya. Alhamdulillaah-nya dia menerimanya. Maksud saya, menerima dalam artian dia bilang pijitan dan kerokkan saya enak. 


Suatu hari ada kegiatan “Workshop Kepenulisan” yang dipersembahkan oleh FLP (Forum Lingkar Pena) cabang Jember dengan pemateri salah satu pendiri FLP, Habbiburrahman El Shirazy. Kegiatan itu di selenggarakan di Kantor Telkom Indonesia cabang Jember, tepat di Aula Lebah Biroe Lt. 8 pada 28 April.2013. Untuk pergi ke sana butuh transportasi. Kebetulan, waktu itu Bang Dwi sedang pulkam, sehingga untuk menghadiri acara tersebut saya bisa memakai sepeda motornya. Ini adalah beberapa gambar saya yang diambil di belakang Gedung Telkom sesaat setelah acara workshop tersebut berakhir.
Acang Udin dan Bebek Birunya Bang Dwi
 


 
Ini adalah Abang, yang baru saja menikah ( 27 Juni 2013 )


Si Abang dan Isterinya



Terima kasih banyak Bang....... 






 *****



Ternyata, tidak ada ruginya sama sekali merantau ke negeri orang. Walaupun awalnya diselimuti perasaan takut, khawatir, ragu, dan sedih, seiring waktu berjalan, pada saatnya nanti, semua rasa itu akan berubah menjadi indah dan bermakna. Akhirnya, kita memperoleh banyak keuntungan tanpa kerugian sedikitpun.

Selama tujuan merantau itu baik, jangan risau dan jangan ragu!, Tuhan pasti membantu kita. Walaupun di tanah rantau itu kita tidak mempunyai saudara secara biologis seorang pun, jangan khawatir ! Tuhan pasti akan menghadirkan orang lain yang akan menemani kita. Orang-orang baik yang akan membantu kita di tanah rantau. Atau mungkin, kita merasa tidak tega meninggalkan orang-orang yang kita cintai, seperti kedua orangtua, saudara-saudara kandung dan handai taulan, sahabat karib, dan lain-lain. Jangan bersedih ! Sesungguhnya mereka selalu mendukung kita. Do’a mereka selalu menyertai kita.

Selama kita berusaha berbuat baik, Tuhan pasti melindungi kita, orang-orang di tanah rantau juga pasti mendukung kita. Karena, berbuat baik itu sendiri telah menjadi perintah Tuhan sedari dulu, dan pada hakikatnya hati nurani pun sangat mencintai pada kebaikkan. Sesuai dengan fitrahnya, semua manusia mencintai kebaikkan. Pun juga Tuhan. Akhirnya, kita punya banyak saudara. Saudara di tanah kelahiran juga sudara baru di tanah perantauan.

Hal itu sangat mempermudah  jalannya urusan kita. Memiliki saudara di tanah perantauan, akan mempermudah urusan kita di tanah perantauan. 

Sudara-saudara yang kita miliki di  tanah perantauan, sedikit banyak, pasti memiliki perbedaan dengan kita dan saudara kita di tanah kelahiran. Di tanah perantauan, kita mengenal lebih banyak sesama dari latar belakang yang beragam di muka bumi ini. Latar belakang suku, bangsa, agama, pendidikan, pengalaman, usia, dan bahasa. Lagi-lagi, ini sesuai dengan firman Tuhan yang bunyinya kurang lebih begini :

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 
Al Hujuraat:13 ﴿


Merantau


Karya: Imam Syafi’i

Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang



Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih jika tidak kan keruh menggenang

Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang

Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran



Jika saja matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman

Orang-orang tidak akan menunggu saat munculnya datang



Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang

Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan

Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

Jika dibawa ke bandar berubah mahal jadi perhatian hartawan.

Semoga kuliah saya berkah dan berjalan dengan lancar....

atau, bisa juga membaca ini : 

NB : Ada satu lagi dosen yang belum saya ceritakan. Bapak Bambang Aris Kartika, S.S, M.A, dosen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. Dia juga turut dalam memperlancar urusan saya di tanah perantauan. Tunggu ceritanya ! 
 
Categories:

1 komentar: