Lebih dari tiga tahun saya tinggal di perantauan, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Saya kuliah di Universitas Jember Jurusan sastra Inggris angkatan 2010. Sekarang memasuki semester tujuh.
*****
Awalnya, saya merasa sangat khawatir untuk merantau ke Jember. Alasannya
sangat banyak. Saya tidak tega meniggalkan ibu saya sendirian di rumah. Saya
tidak punya biaya banyak untuk hidup merantau. Saya tidak tahu harus kerja apa
di sana untuk membiayai hidup dan kuliah. Saya tidak punya saudara satupun di
Jember, teman atau kenalan apalagi. Benar-benar tidak punya ! Jember adalah
kawasan yang sangat jauh dari tempat tiggal saya dan belum pernah saya kunjungi
sebelumnya. Saya tidak tahu sama sekali Jember seperti apa. Saya bingung akan
tinggal di mana. Saya takut gak
makan. Saya takut dijahili dan dijahati orang. Saya takut gak betah tinggal di Jember. Saya takut dan khawatir.
Saya, pertama kali datang ke Jember, seperti masuk ke
dalam ruangan yang sangat gelap. Sehingga, saya tidak bisa melihat apapun di
dalam ruangan itu. Saya harus diam sejenak. Menenangkan diri sambil
memelek-melekkan mata melihat-lihat ke sekeliling. Saya harus berjalan
pelan-pelan agar tidak menbrak benda-benda di sekeliling. Lama-lama, saya bisa
melihat ada apa saja di sekitar saya. Lama-lama saya tahu Jember seperti apa
(walaupun sampai sekarang masih belum begitu tahu). Lama-lama saya punya banyak
saudara yang sangat baik-baik di Jember, di mana mereka memapah saya hingga
saya bisa berjalan sendiri dan bahkan
berlari. Mereka yang membantu memperlancar urusan saya. Mereka yang menerangi
saya hingga akhirnya saya diberi obor untuk berjalan sendiri. Mereka yang
selalu mengingatkan saya ketika saya salah jalan. Mereka yang selalu menemani
saya. Mereka SWAPENKA. Merka, sahabat-sahabat di kampus. Apa yang saya
khawatirkan di awal, perlahan-lahan sirna dan hilang sama sekali. Terima kasih
TUHAN telah menghadirkan orang-orang yang baik-baik yang senantiasa menemani
saya. Terima kasih Tuhan senantiasa mempermudah urusan saya...
*****
Saya datang ke Jember dan masuk kuliah di Jurusan Sastra
Inggris, Fakultas Sastra Universitas Jember pada tahun 2010, 14 Agustus. Ketika
saya masuk, ada satu jurusan yang baru dibuka, PSTF (Program Studi Televisi dan
Film). Mahasiswa angkata 2010 adalah angkatan pertama. Sekarang sudah memiliki
tiga angkatan.
Ada seorang dosen PSTF yang sekarang ini sudah saya
anggap sebagai kakak kandung sendiri. (Dia nganggep
saya sebagai adik kandungnya gak
ya...?) Namanya Dwi Haryanto, S. Sn, M.Sn kelahiran Solo......... Tentu saja awalnya saya
tidak kenal dengan beliau. Kemudian, kenal tapi tidak akrab. Terakhir, kenal
berlanjut akrab dan seperti kakak kandung. Bolehlah saya ngaku-ngaku...
Awalnya, Bang Dwi (panggilan akrab saya ke beliau)
mengajak saya untuk mengaji bareng, belajar bareng membaca Al Quran.
Kegiatan mengaji bareng Bang Dwi dilakukan ba’da sholat
Maghrib di musholla Baitul Mu’minin, Fakultas Sastra Universitas Jember.
Durasinya hanya sekiar satu setengah jam. Di awal-awal pertemuan, setiap
selesai ngaji, kami sholat Isya’ berjama’ah dan Bang Dwi pun pulang ke kost-annya.
Di pertemuan-pertemuan selanjutnya, dia sering mengajak saya makan malam. Saya yang
ditraktir tentunya !
Selanjutnya, dia juga tidak hanya mengajak makan malam,
dia juga sangat sering mengajak saya makan siang. (Alhamdulillaah, bisa menghemat
uang saku ).
“Chank, udah makan ?” itu contoh bunyi SMS-nya. Biasanya
dia SMS di jam istirahat ngajar. Sekitar jam 12.00. Jika saya sudah makan, maka
saya balas “Sudah, Bang..” jika belum, saya balas “Belum, Bang,,,” Sederhana
dan apa adanya. Kedekatan kami baru berjalan sekitar satu tahunan lebih.
Keakraban saya dengan Bang Dwi berlanjut hingga ke titip-menitip
kamar dan sepeda motor. Maksud saya begini.
Setiap kali dia mau pulang kampung, dia selalu memberi
kabar ke saya paling lambat satu hari sebelunya.. Misalnya, besok pagi dia mau
pulkam (pulang kampung : ke Solo), siang atau malamnya dia SMS “Chank besok aku pulang. Nanti malem nginep
di kostku ya...?”
Malam harinya saya nginep di kost Bang Dwi. Pagi hari,
jam setengah lima, saya mengantarnya ke Stasiun
Jember. Sepeda motor berikut STNK-nya dan kunci kamar-nya dia kasihkan ke saya.
Paling sebentar, satu minggu saya menjadi penguasa kamar dan motornya Bang Dwi.
Artinya, selama seminggu pula saya dipermudah untuk pergi mengajar privat.
Biasanya saya pergi mengajar privat selalu mengendarai sepeda gowes. Saya juga
bisa bepergian ke mana saja bersama bebek birunya yang keren. Selama seminggu
pula saya bisa memasak nasi di kamarnya. Karena di kamarnya ada rice cooker dan heater yang gunakan untuk memasak mie dan air. Selain itu, juga ada
hiburan berupa TV. Yang paling aku suka, ketika Bang Dwi tidak membawa
laptopnya pulang. Saya bisa menulis dan mengerjakan tugas daaaaaan menonton
film serta wifi-an di kampus. Saya bisa numpang mencuci pakaian sekaligus
menyetrikanya.
Nanti, ketika dia hendak kembali ke Jember, saya
menjemputnya lagi di stasiun. Saya pun kembali ke tempat asal saya.
Alhamdulillaah dulu Ibu sering meminta saya untuk
memijitinya ketika badannya Ibu terasa pegel-pegel atau mengerokinya ketika Ibu
masuk angin. Sehingga sedikit banyak, sekarang saya lumayan bisa memijit dan
ngerokin orang lain. Jadi, ketika Bang Dwi pegel-pegel, saya bisa menawarkan
diri untuk memijitinya. Atau, ketika Bang Dwi masuk angin, saya bisa menawarkan
diri untuk mengerokin punggungnya. Alhamdulillaah-nya dia menerimanya. Maksud
saya, menerima dalam artian dia bilang pijitan dan kerokkan saya enak.
Suatu hari ada kegiatan “Workshop Kepenulisan” yang
dipersembahkan oleh FLP (Forum Lingkar Pena) cabang Jember dengan pemateri
salah satu pendiri FLP, Habbiburrahman El Shirazy. Kegiatan itu di
selenggarakan di Kantor Telkom Indonesia cabang Jember, tepat di Aula Lebah Biroe Lt. 8 pada 28 April.2013. Untuk pergi ke sana
butuh transportasi. Kebetulan, waktu itu Bang Dwi sedang pulkam, sehingga untuk
menghadiri acara tersebut saya bisa memakai sepeda motornya. Ini adalah
beberapa gambar saya yang diambil di belakang Gedung Telkom sesaat setelah
acara workshop tersebut berakhir.
Acang Udin dan Bebek Birunya Bang Dwi |
Si Abang dan Isterinya |
Terima kasih banyak Bang.......
*****
Ternyata,
tidak ada ruginya sama sekali merantau ke negeri orang. Walaupun awalnya
diselimuti perasaan takut, khawatir, ragu, dan sedih, seiring waktu berjalan, pada saatnya nanti, semua
rasa itu akan berubah menjadi indah dan bermakna. Akhirnya, kita memperoleh
banyak keuntungan tanpa kerugian sedikitpun.
Selama
tujuan merantau itu
baik, jangan
risau dan jangan ragu!,
Tuhan pasti membantu kita. Walaupun di
tanah rantau itu kita tidak mempunyai saudara secara biologis seorang pun, jangan
khawatir ! Tuhan pasti akan menghadirkan orang
lain yang akan menemani kita. Orang-orang baik yang akan membantu kita di tanah rantau.
Atau mungkin, kita merasa tidak tega meninggalkan
orang-orang yang kita cintai, seperti kedua orangtua, saudara-saudara kandung
dan handai taulan, sahabat karib, dan lain-lain. Jangan bersedih ! Sesungguhnya mereka selalu mendukung kita. Do’a
mereka selalu menyertai kita.
Selama
kita berusaha berbuat baik, Tuhan pasti melindungi kita, orang-orang di tanah rantau juga pasti
mendukung kita. Karena, berbuat baik itu sendiri telah menjadi perintah Tuhan
sedari dulu, dan pada hakikatnya hati nurani pun sangat mencintai pada
kebaikkan. Sesuai dengan fitrahnya, semua
manusia mencintai kebaikkan. Pun juga Tuhan. Akhirnya, kita punya banyak saudara. Saudara di tanah
kelahiran juga sudara baru di tanah perantauan.
Hal
itu sangat mempermudah jalannya urusan kita. Memiliki saudara di tanah perantauan, akan mempermudah
urusan kita di tanah perantauan.
Sudara-saudara yang kita miliki di tanah
perantauan, sedikit banyak, pasti memiliki perbedaan dengan kita dan saudara
kita di tanah kelahiran. Di tanah perantauan, kita
mengenal lebih banyak sesama dari latar belakang yang beragam di muka bumi ini.
Latar belakang suku, bangsa, agama, pendidikan, pengalaman, usia, dan bahasa.
Lagi-lagi, ini sesuai dengan firman Tuhan yang bunyinya kurang lebih begini :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ﴾ Al Hujuraat:13 ﴿
Merantau
Karya: Imam Syafi’i
Orang pandai dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak kan keruh menggenang
Singa tak akan pernah memangsa jika tak tinggalkan sarang
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Jika saja matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang
Rembulan jika terus-menerus purnama sepanjang zaman
Orang-orang tidak akan menunggu saat munculnya datang
Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Setelah diolah dan ditambang manusia ramai memperebutkan
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan
Jika dibawa ke bandar berubah mahal jadi perhatian hartawan.
Semoga kuliah saya berkah dan berjalan dengan lancar....
atau, bisa juga membaca ini :
NB : Ada satu lagi dosen yang belum saya ceritakan. Bapak
Bambang Aris Kartika, S.S, M.A, dosen Sastra Indonesia Fakultas Sastra
Universitas Jember. Dia juga turut dalam memperlancar urusan saya di tanah perantauan.
Tunggu ceritanya !
mantap cang hehe,kumaha sehat
BalasHapus