Selasa, 22 Oktober 2013

24

sumber gambar : http://cherryvios.blogspot.com/2010/02/angka-24.html

12 Oktober 2013 kemarin adalah tepat usiaku yang ke 24 tahun. Itu merupakan usia manusia dengan kategori dewasa, mandiri, bijak, dan bertanggung jawab, ganteng dan tampan. Hanya saja, semuanya itu sepertinya masih belum kumiliki. Itu semua masih belum ada di dalam diri ini. Mengenaskan !!! Lantas bagaimana jika angkanya dibalik menjadi 42, apa yang akan terjadi padaku dan hidupku? Apakah aku bisa mencicipi hidupku di angka 42 tersebut ? Indah rasanya memikirkan itu ! Karena, banyak sekali harapan yang belum terwujud dalam hidupku....



Ingin Cepet Gede
Dulu, ketika aku masih kecil, ingin sekali aku cepet gede. Aku ingin dibilang anak gede, dewasa. Aku ingin segera melepas atributku sebagai anak kecil. Menjadi orang gede atau dewasa itu keren (dalam arti yang sesungguhnya: ganteng dan tampan seperti kakak-kakakku itu), omongannya pasti didengar dan dipertimbangkan oleh orang lain (terutama oleh orangtua dan kakak-kakak di rumah). Karena, setiap ada permasalahan dalam keluarga, Emak, Abah, dan kakak-kakak biasanya kumpul di ruang tengah rumah untuk membahasnya. Ketika aku mencoba "bersuara", tidak jarang kakakku bilang “alahhhh, kamu masih kecil juga ! Tahu apa, anak kecil....”. BETE sekali dibilang begitu. Biasanya aku lansung cemberut, menarik bibir ke kiri dan kanan, disertai sedikit memejamkan mata, sambil ngeloyor melemparkan kepala ke pangkuan Emak.  Aku menangis di sana, sambil mukaku menelungkup di perutnya. Basahlah baju Emak oleh air mataku. Aku kalau sudah menangis pasti lama berhentinya. Jika sudah begitu, hanya Emaklah yang mampu menyembuhkannya.

Kakak-kakakku setiap kali akan keluar di malam hari (pergi main bersama teman-temannya), pasti mereka mematut-matut diri di depan cermin. Itu memakan waktu yang tidak sebentar. "Huh..Kakak genit !!!" Teriakku ke kakak kala mereka bercermin. Walaupun mereka sudah terliahat oke, tetapi aku melihatnya mereka masih belum puas. Akibatnya, mereka jadi bolak-balik ke cermin selama teman-temannya belum datang.

Selain itu, sering kali tetangga-tetanggaku bilang "Si Acang mah pang gorngna dibandingkeun jeung aka-akana mah ! Geus buukna jugrug, huluna gepeng, irung beureum, cengeng deuih !!!" ( Si Acang peling jelek dibandingkan dengan kakak-kakaknya ! Sudah rambutnya jugrug (kaku, berdiri), kepalanya gepeng, hidungnya merah, cengeng pula !)

Akhirnya, saya mendapatkan banyak julukkan di masa kecil, di antaranya ada yang memanggilku "Si Cengeng", "Si Ogoan", "Si Irung Beureum", "Si Gepeng", "Si Dugug" (karena rambut saya jugrug).

Saya jadi ingin cepet gede. Ingin terlihat tampan dan tidak ingin lagi mendengar julukkan-julukkan yang sangat tidak enak didengar olehhatiku, kala itu.
Menjadi “anak kecil” itu bayak larangannya, terutama tidak boleh keluar di malam hari. Sementara kakak-kakakku selalu keluar malam bersama teman-temannya. Mereka nonton Band, dangdutan, dan pergi nonoton layar tancep. Semuanya itu hiburan di acara hajatan (hiburan resepsi pernikahan seseorang atau sunatan). Bahkan, kakak-kakakku jarang tidur di rumah, mereka sering nginep di rumah teman-temannya. Beberapa makanan juga ada yang tidak boleh dimakan oleh anak kecil. Beberapa tempat juga ada yang tidak boleh dikunjungi oleh anak kecil. Dan masih banyak lagi larangan-larang yang aku terima ketika aku kecil.

Aku ingin cepet gede agar larangan-larangan itu luntur seiring sejalan bertambahnya usia.

Ketika aku melakukan hal yang tidak diperbolehkan, ketika aku melanggar sesuatu, aku pasti dimarahi (tidak jarang) sambil dipukuljuga. Sementara kakakku tidak. Paling mereka hanya dimarahi saja sama Emak atau Abah.

Saat Sudah Gede

Sekarang, usiaku sudah 24 tahun. Sekarang aku sudah termasuk kategori "anak gede", bukan "anak kecil" lagi.

Lantas, apakah semua yang kubayangkan dulu tentang indahnya menjadi "anak gede" itu benar-benar demikian adanya ???

Kakakku juga cerita, dulu ketika mereka kecil, mereka juga sering dimarahi sambil dipukul oleh Emak dan Abah ketika melanggar sesuatu. Kakakku juga sering mengeluh karena belum mendapatkan pekerjaan. Sekalinya dapet, tidak sesuai dengan harapan. Ketika menerima gaji, mereka juga tidak jarang bingung membagi uangnya, saking banyaknya kebutuhan dan hutang. Dan masih banyak lagi "ketidaknyamanan-ketidaknyamanan" menjadi "anak gede".
Pun aku juga.
Di saat aku di usia dewasa, ternyata semua yang kubyangkan indah menjadi orang dewas itu tidak sepenuhnya benar. Tidak setiap pembicaraanku didengar dan dijadikan pertimbangan baik oleh keluarga maupun oleh orang lain. "Sok tahu, Lu !" adalah salah satu contoh kata-kata yang keluar dari mulut seseorang ketika aku mencoba berpendapat.

Ketika aku dewasa, ternyata banyak orang lain yang lebih tampan dariku. Ketika dewasa, malah merasa lebih banyak beban, malu terhdap diri sendiri karena tidak meraih banyak pencapaian. Sehingga aku berkeinginan untuk menjadi "anak kecil" lagi. Menjadi "anak gede" tida sesemudah itu meminta sesuatu ke orangtua atau kakak. Sering aku mikir berkali-kali. Ujung-ujungnya gak jadi minta sesuatu itu. Malu !!! 

Menjadi "anak gede" harus menajdi conroh bagi yang dibawahnya. Ketika "anak kecil", aku hanya meniru apa yang "anak gede" lakukan. Banyak hal yang harus dikerjakan oleh "anak gede", juga banyak tuntutan yang harus segera dipenuhi.

Ternyat, "gede" atau "kecil"nya seseorang, tidak ditentukan oleh seberapa tua usianya, dan setampan apa wajahnya, melainkan, sebijak apa tindakannya, sehebat apa pemikirannya, semandiri apa dirinya, dsb.

Usia 24

Makna 24 bagiku adalah terus berputar, berjalan, jangan berhenti. Itu sesuai dengan waktu. Sehari semalam adalah 24 jam. Terus berputar tanpa ada yang dapat mengehentikan kecuali Tuhan.

Di usia 24 ini, belum banyak pencapaian yang kuraih. Sementara orang-orang di sekitarku, yang bahkan usianya jauh dibawahku, banyak dari mereka yang sudah meraih banyak prestasi yang membanggakan dalm hidupnya. Membanggakan bagi dirinya sendiri juga bagi orang lain.

Contoh terdekat kakakku, Husen, menikah pada usia 21 tahun, di tahun 2007. Dia sudah berhasil mendiri hidup bersama isterinya. Sekarang dia sudah hidup terpisah dengan Emak. Dia sudah punya rumah dan punya anak. Dia sudah mandiri sejak usianya belasan tahun. Sementara aku, sampai sekarang masih minta dikirmi uang.

Di usia yang ke 24 tahun, banyak teman-temanku juga telah menikah (karena menikah juga merupakan salah satu pencapain yang luar biasa), punya pekerjaan, punya anak, dan hidup mandiri. Di usia 24 banyak teman-temanku yang sudah lulus kuliah, sementara aku, sekarang baru semester 7, dan semester depan belum tentu lulus. Besar harapanku, dapat lulusdi tahun depan !!!!
Apa yang akan kuraih di usia 24 yang telah berjalan 10 haridari 12 Oktober kemarin (sekarang 22 Oktober). ????????

Tuhan, peluklah mimpi-mimpiku.....

Terima kasih Mbak Anita Pardalina atas foto-nya.. Maaf saya ngunduh foto-nya tanpa sepengetahuan Mbak... hehehe

0 comments:

Posting Komentar