Suatu hari terjadi pertengkaran di antara sepasang kekasih. Salah satu dari mereka ingin meminta maaf atas pertengkaran itu lewat sebuah surat. Berikut adalah surat yang awalnya akan dikirimkan olehnya ke pasangannya. Tapi itu tak terjadi karena semua sudah selesai.
Kini mereka lebih erat.
Kalau Cinta Jangan Marah
Jika kau bertanya apakah aku marah
kepadamu, dengan tegas aku akan menjawab “ Iya. Aku marah ! “
Aku marah karena telah kau telah
mengusirku dengan sengaja di hadapan banyak orang. Kau bilang aku pengganggu.
Kau telah mempermalukan aku di depan teman-teman. Dengan raut wajah yang tak
ramah penuh emosi, diiringi dengan lambaian tangan tanda pengusiran dan
penolakkan, sepertinya kau benar-benar tidak ingin melihatku lagi. Sepertinya,
kau benar-benar tidak menginginkan aku beradadi dekatmu. Sepertinya, kau
benar-benar sudah tidak membutuhkan aku lagi.
Jika keberadaanku di sisimu adalah
sebuah musibah, ditambah aku yang benar-benar sudah tidak kau butuhkan lagi, maka tidak ada pilihan terbaik selain aku benar-benar
harus pergi. Pergi secepatnya. Pergi tanpa menampakkan diri kembali di
hadapanmu.
Padahal sebenarnya, tidak ada
sedikitpun di pikiranku untuk mengganggumu. Padahal sebenarnya, aku ingin duduk
di sampingmu sambil menunggumu, menjawab apa yang kau tanyakan, padahal aku
ingin membantumu. Aku selalu
mengharapkan kedatanganmu ke kampus, termasuk di hari itu. Namun, apa yang
terjadi ? Kau malah mengusirku.
Separah itulah apa yang ada di dalam
pikiranku menyikapi peristiwa kemarin pagi. Jahat, kejam dan tega. Sepertinya
inilah kata yang tepat untuk disematkan kepadaku. Iya tidak ? Atau mungkin kau
punya kata-kata lain yang lebih tepat dan pas ?
Aku tahu kamu sedang mendiskusikan suatu
hal yang sulit kau fahami. Kau sedang serius mendengarkan dan menyimak
pemaparan orang lain tentang sesuatu yang sulit kau fahami tersebut.
Aku bertanya sesuatu kepada orang yang
sedang menjelaskan itu. Orang itu pun berbalik badan ke arahku dan memaparkan
jawaban atas pertanyaan yang aku ajukan ke padanya. Usai menjawab pertanyaanku,
dia kembali berbalik badan ke arah mu hendak mendiskusikan perkara yang belum
selesai dan tuntas dibahas. Kemudian aku bertanya lagi ke seorang teman
tersebut. Aku mengajukan pertanyaan lanjutan dan itu membuat dia harus berblik
badan kembali. Akhirnya, di situ terjadi diskusi sejenak antara aku dan orang itu.
Tiba-tiba kamu marah dan memintaku untuk segera pergi tepat disaat aku sudah
selesai berbincang-bincang ringan dengannya. Aku pergi. Aku marah. Dan aku
dengan jelas menunjukkan kemarahan itu di hadapanmu.
Tidak lama kemudian, aku mengirim SMS
ke Handphone-mu “Setiap orang punya hak untuk marah. Kamu jangan sok sibuk !
Sok serius! “. Akhirnya kau pun tidak membalas SMS ku.
Mungkin, menurut ukuranmu:
· Ini adalah hal sepele dan aku tidak
pantas marah.
· Ini adalah bukan hal serius dan tidak
perlu dipermasalahkan atau dibahas panjang lebar.
· Ini adalah hal yang tidak penting.
· Atau mungkin juga, sebenarnya kamu
berkata seperti itu (mengusirku) tidak bermaksud untuk menyakiti dan membuatku
marah.
Beberapa jam setelah peristiwa itu,
kita bertemu lagi dalam satu ruangan yang sama. Kita duduk tepat berdampingan.
Aku masih tetap marah kepadamu. Dan aku yakin kamu pun menyadari itu.
Aku malah tambah marah. Kenapa ? Aku
melihat kamu ikut-ikutan marah kepadaku ! Kamu marah kepadaku karena aku marah
kepadamu. Itu terlihat ketika kamu meninggalkan ruangan itu tanpa bilang “Aku
duluan ya...” atau semacamnya. Kamu pergi meninggalkanku tanpa senyuman.
Padahal, aku ingin sekali melihat
wajahmu yang tidak marah kepadaku. Aku ingin kau menyapaku seperti biasanya.
Aku ingin kau mendinginkan amarah ini. Aku ingin segera menghilangkan marah
ini. Kenapa malah kau sulut sehingga api ini malah tambah besar ? Jika
demikian, siapa yang harus memadamkannya ? Tentu aku sendiri. Tapi, aku ingin
kau yang memadamkannya dengan senyumanmu. Sampai kapan api ini akan terus
berkobar membara ? Padahal, besar kemungkinan segala sesuatu yang ada
disekitarnya akan rusak hancur berantakan ikut terbakar dan hanya akan menjadi
sesuatu yang tidak berguna sama sekali bagi siapa pun !!!!!
TIDAK !!! TIDAK DEMIKIAN
SEHARUSNYA !!!
Ketika aku datang menghampirimu yang
sedang berdiskusi dengan orang itu seharusnya aku bilang “Permisi, maaf
mengganggu sebentar.... Boleh aku bertanya ?” atau semacamnya sebagai tanda
permohonan ijin. Jika tidak, jelas itu sangat mengganggu dan melanggar kode
etik pergaulan dan bersosialisasi. Aku seharusnya tidak boleh masuk ke dalam
percakapan kalian begitu saja. Aku juga harus mengertikeadaanmu. Kamu hendak bertugas
menjelaskan apa yang telah kau bahas dengan orang itu ke khalayak banyak, sementara
yang akan di sampaikan belum begitu kamu kuasai dan fahami. Amat sangat normal
jika kamu tidak ingin diganggu.
Ini adalah kelemahanku, mudah marah.
Aku sering marah di tempat dan waktu yang salah. Yang akhirnya aku meyesalinya
dengan amat sangat menyesal.
Maafkan aku, Sayang....
0 comments:
Posting Komentar